Jumat, 28 Agustus 2009

ADA APA DENGAN CINTA KITA

Sebenarnya hati ini cinta kepada-Mu
Sebenarnya diri ini rindu kepada-Mu
Tapi aku tidak mengerti
Mengapa cinta masih tak hadir
Tapi aku tidak mengerti
Mengapa rindu tak berbunga.... (Raihan)

Beberapa bait syair diatas merupakan nasyid raihan yang menggambarkan susahnya mencintai Allah.Mulut berkata cinta kepada-Nya tetapi pikiran, hati dan perilaku tidak selaras dengan mulut. Maka jadilah perbuatan kita bertolak belakang dengan perbuatan.

Kita tidak mengerti atau tak mau mengerti, mengapa rindu kepada Sang Kekasih Allah 'azza wajalla tak juga tumbuh. Kita ingin mencintai dan dicintai Allah, tapi bagaimana Dia bisa mencintai kita kalau kita sendiri tak mencintai-Nya meskipun kita mengaku cinta.

Ada apa dengan cinta kita? Ketika telepon berdering, kita berlari dan cepat-cepat mengangkatnya. Tetapi tatkala kumandang azan bergema, kita tetap asyik dengan pekerjaan kita atau bersantai-santai saja, seakan tak ada perasaan apa-apa. Itu menunjukan cinta kita kepada-Nya memang belum hadir. Rindu kita kepadanya belum tumbuh. Sungguh berbeda dengan percintaan sesama anak manusia. Seseorang yang sedang dimabuk cinta akan menuruti kemauan kekasih, takut menyinggung perasaan dan berkorban demi kepentingan dan kesenangan hatinya. Perasaan kita tenggelam dengan orang yang kita cintai.

Mengapa kita tak pernah mencintai Allah lebih dari itu?? Mengapa cinta kita pada makhlun melebihi cinta kita kepada-Nya? (QS Al-Baqarah:165 dan At-Taubah:24). Ada yang tak beres dengan syahadat yang kita ucapkan. "Asyhadu allaa ilaaha illallaah", "aku mengaku tiada ilah (tuhan) selain Allah, kalimat pertama syahadat itu mengandung makna : tiada yang kita ikuti kecuali Allah. Tak ada yang kita agungkan kecuali Allah, tak ada yang kita cintai melainkan Allah.

Kenyataan kalimat tauhit diatas hanya mampir di bibir. Kita tak pernah menumbuhkan perasaan cinta tersebut, bahkan dengan sengaja kita mengabaikan dan menelantarkan cinta kita kepada-Nya. Mengapa? padahal kalau ditanya, kita ingin sekali mencintai Allah.

Bagaimana kita bisa mencintai-Nya kalau kita tak pernah memproses cinta tersebut.Bagaimana mencintai-Nya, kalau kita sendiri tidak mau mengondisikan diri kita untuk dekat kepada-Nya? Bagaimana mana mungkin mencintai-Nya kalau kita sendiri lebih dekat dengan lingkungan mungkar dan maksiat? Mana mungkin kita mencintai-Nya jika perasaan ghirah dan gairah islam tak pernah kita pupuk ke lubuk hati kita yang paling dalam.

Untuk bisa mencintai dan dicintai-Nya, kita harus berada di lingkungan orang-orang yang dekat kepada Allah. Segala aktifitas harus kita arahkan di jalan-Nya dan bersama orang-orang yang mencintai-Nya. Kedekatan kita dengan kemaksiatan menyebabkan kita susah mencintai dan dicintai Allah.Imam Syafe'i dalam satu syairnya berujar:

Engkau bermaksiat kepada Allah tapi mengaku mencintai-Nya
Sungguh sebuah analogi yang mengelikan
Jika cintamu tulus pasti engkau menaatinya
Karena pecinta selalu patuh pada yang dicintainya........

Di bulan penuh rahmat dan maghfirah (ampunan) ini adalah saat yang tepat untuk memproses cinta kita kepada-Nya.


( M.U. Salman Sabili november 2002 )

2 komentar:

  1. SAYA merasa malu, karena masih mencampur adukan antara cinta kepada mahluk dan cinta kepada Allah.....terimakasih atas artikelnya..sangat membantu saya dalam memperbaiki diri

    BalasHapus
  2. Ya, jika kita mensejajarkan cinta kpd makhluk pada Sang Khaliq, kita bisa2 tergolong musyrik...Semoga kita terhindar dari hal itu.

    BalasHapus

listen qur'an

Listen to Quran