Kamis, 11 November 2010

HIKMAH BERKURBAN DAN IDUL ADHA


Bismillahi..Sepertinya udh lamaaa banget ga buat tulisan yg sedikit "serius", kali ini mencoba buat tulisan yg ada kaitannya dgn salah satu hari raya umat Islam yakni idul adha kalo kata orang "kuno" sih hari raya haji. Lha kok bisa? ya iya..Disebut demikian, karena sebagian besar amalan haji dilakukan pada hari ini.

إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ القَرِّ

“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Ta’ala adalah hari nahar (10 Dzulhijjah) kemudian hari qar (hari setelahnya).” (HR. Abu Dawud)

Saat saudara kita yg tengah berhaji di tanah suci mengerjakan wukuf di Arafah dan berpuasa pada hari itu bagi yg tidak sanggup tuk wukuf, maka kita yg tidak pergi haji juga dianjurkan untuk berpuasa, yang menghapuskan dosa yang dikerjakan di tahun yang lalu dan yang akan datang (HR. Muslim), demikian pula mensyariatkan untuknya berkumpul pada hari Idul Adha untuk shalat Ied, berdzikr, dan berkurban..

Bahkan hari raya Idul Adha lebih utama daripada hari Idul Fitri karena di hari Idul Adha terdapat shalat Ied dan berkurban, sedangkan dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, dan berkurban jelas lebih utama daripada bersedekah.

Apa sih sebenarnya makna yg terkandung dalam qurban hewan yg kita sembelih itu? kalo menurut saya sih sebenernya dgn penyembelihan hewan-hewan itu kita berarti menyembelih segala sifat-sifat kebinatangan dalam diri kita (manusia), seperti mau menang sendiri, sombong, tabarruj, zalim dan lain2. Tapi kalo menurut hakekat maka berqurban adalah mengikut kepada sunnah bapak para Nabi, Ibrahim AS, yg diperkuat dgn syariat yg dibawa RAsulullah SAW ditegasin di Al quran surah AL KAUTSAR ayat 2, maka dirikanlah shalat dan berqurbanlah.

Nabi Ibrahim as, nabi yang terkenal karena kelurusan tauhid dan kecerdasan akalnya, telah membenarkan perintah Allah untuk menyembelih anaknya. Dia tidak pernah mempersoalkan perintah yang nampak tidak masuk akal itu dan tidak pernah meragukannya. Dia korbankan kecerdasan akalnya untuk mendahulukan perintah Allah. Di jaman modern manusia terjebak kepada pendewaan akal. Sains dan teknologi seolah muncul sebagai kekuatan baru yang dipertuhan. Padahal semua itu adalah makhluk Allah. Allah telah menciptakan sunnatullah yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan sains dan teknologi. Manusia mestinya memanfaatkan akal, sains dan teknologi untuk menghambakan diri kepada Allah. Bukan justru sebaliknya berbuat syirik, menuhankan akal, sains dan teknologi disamping Allah. Sikap nabi Ibrahim as yang mendahulukan wahyu dari pada akal tersebut tetap relevan untuk dijadikan teladan dalam kehidupan di abad modern ini.

Hikmah lain dari qurban ini, kita bs lihat dr sisi vertikal dan horizontal (yaelah bahasanya keren ya, heheh) kalo dari sisi vertikalnya nih ya berarti menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah (hablumminallah) atas semua nikmat yg telah diberikan kepada kita yg dampaknya meningkatkan ketaqwaan kita sebagai hamba kepada Sang Pencipta, ditinjau dr segi horizontal maka kita akan melihat sisi hablumminannas, memelihara rasa solidaritas dan sosial dgn org2 disekitar kita dgn pembagian daging qurban. Besar qurban yang kita keluarkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan pengurbanan yang dilakukan keluarga nabi Ibrahim as.

Hajar, istri nabi Ibrahim, kita dapat belajar keikhlasannya dalam mengorbankan putra satu-satunya yang tercinta, setelah sekian lama bersusah payah dalam mengandung dan melahirkan, dilanjutkan dengan berbagai kesusahan untuk mempertahankan hidup putranya yang ditinggal suaminya di tengah padang pasir yang kering kerontang. Ibu mana yang hidup di jaman modern ini yang akan merelakan anaknya disembelih suaminya yang katanya atas perintah Allah. Hajar, yang karena keimanannya yakin betul bahwa suaminya tidak akan menyalahi perintah Allah, merelakan anaknya disembelih untuk memenuhi seruan Allah. Keikhlasan Hajar dalam mengorbankan putranya dapat dijadikan teladan bagi para ibu dalam menumbuhkan jiwa berkorban.

Dari Isma’il sendiri kita dapat belajar bagaimana seorang anak muda karena keimanannya rela mengorbankan nyawanya karena Allah. Ketika ayahnya menyampaikan kepadanya perintah Allah untuk menyembelihnya, Isma’il menjawab (QS 37: 102): Ya abatif’al ma tu’maru satajiduni insya Allahu minashshabirin. (”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.) Subhanallah, andaikan perintah itu disampaikan kepada anak muda jaman sekarang mungkin ayahnya sudah dituduh gila. Bahkan bukan tidak mungkin ayahnya terlebih dahulu akan dibunuh oleh anaknya. Hanya orang-orang yang mempunyai keimanan dengan landasan tauhid yang kuat yang rela mengorbankan nyawanya karena Allah. Sikap seperti inilah yang mestinya diteladani oleh setiap orang beriman.

Sungguh..malu kita ya rasanya kalo sedikit2 kita selalu bertanya mengapa sih Allah begini mengapa sih Allah begitu..mengapa sih Allah menyuruh kita shalat padahal emang kalo kita ga shalat Allah ga jadi Tuhan lagi, mengapa sih hidupku selalu penuh cobaan, selalu itu yang menjadi pertanyaan dihati kita, bedaaa jauh ma Ibrohim AS, gitu dapet perintah ga pernah nawar2 atau bertanya, langsung bilang iya..kami dengar dan kami patuhi, kalo saya pribadi nih..dapat perintah gitu, mungkin saya akan bilang iya YA ALLAh..saya dengar...saya fikirkan..matuhinya ntar..(heheheh) ga usah jauh2 pas azan, Allah memanggil kita tuk beribadah padanya, kesibukan lagi meninggi, dalam hati bilang..aduh udah azan, tapi nanggung nih kerjaan, akhirnya molorlah tuh waktu shalat paling cepat setengah jam lagi dikerjakan, hahaah. (astaghfirullah)

Menurut sebagian ulama, berkurban bagi yang mampu hukumnya wajib. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

“Barang siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Iid).” (Hadits hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)

Sedangkan yang lain berpendapat bahwa hukumnya sunat mu’akkadah (sunat yang sangat ditekankan) beralasan dengan hadits berikut:

« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ » .

“Apabila kamu melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)

Kata-kata “salah seorang di antara kamu ingin berkurban” menunjukkan sunatnya.

Nah kalo kita udh tau pentingnya berqurban, ada beberapa kriteria qurban yg harus kita ikuti sesuai dgn petunjuk RAsulullah SAW, ga asal hewan qurban..udh gitu pas ntar selesai penyembelihan jatah yg berqurban lebih mantap dagingnya ataupun lebih banyak, heheheh. Menurut petunjuk RAsulullah begini:

1. Usia hewan yang dikurbankan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً ، فَإِنْ تَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَاذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

“Janganlah kamu menyembelih kecuali yang musinnah. Namun jika kamu kesulitan, maka sembelihlah biri-biri (domba) yang jadza’ah.” (HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)

Maksud “musinnah“ adalah hewan yang sudah cukup usianya. Jika berupa unta, maka usianya lima tahun. Jika berupa sapi, usianya dua tahun. Jika kambing, maka usianya setahun, dan tidak boleh usianya kurang dari yang disebutkan. Adapun jika berupa biri-biri/domba maka yang usianya setahun. Namun jika tidak ada biri-biri yang usianya setahun maka boleh yang mendekati setahun (9, 8, 7 atau 6 bulan), tidak boleh di bawah enam bulan –inilah yang dimaksud dengan jadza’ah-.

2. Hewan kurban yang utama

Hewan kurban yang utama adalah hewan kurban yang gemuk, banyak dagingnya, sempurna fisik dan indah dipandang. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor biri-biri yang putih bercampur hitam lagi bertanduk, Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya, mengucapkan basmalah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi hewan tersebut.” (HR. Bukhari)

3. Adab menyembelih

Adabnya adalah dengan menghadap kiblat, mengucapkan basmalah dan takbir ketika hendak menyembelihnya dan berbuat ihsan dalam menyembelihnya (seperti menyegarkan hewan sembelihannya, menajamkan pisau dan tidak mengasahnya di hadapan hewan tersebut).

4. Pembagian kurban

Sunnahnya adalah orang yang berkurban memakan dari hewan kurbannya, menyedekahkannya kepada orang miskin dan menghadiahkan kepada kawan-kawannya atau tetangganya, berdasarkan firman Alah Ta’alla:

“Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Terj. Al Hajj: 28)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

“Makanlah, berilah kepada orang lain dan simpanlah.” (HR. Bukhari)

Namun tidak mengapa disedekahkan semuanya kepada orang-orang miskin.

5. Waktu berkurban

Waktunya adalah setelah shalat Ied dan berakhir sampai tenggelam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari raya Idul Adh-ha adalah makan tidak dilakukan kecuali setelah shalat Ied, lalu menyembelih hewan kurban dan memakan dagingnya.

6. Hewan yang tidak boleh dikurbankan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اْلاَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي”

“Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: hewan buta sebelah yang jelas butanya, hewan sakit yang jelas sakitnya, hewan pincang yang jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak bersumsum (sangat kurus).” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih”)

7. Bertakbir

Pada hari raya Idul Adh-ha disunnahkan bertakbir, baik takbir mutlak maupun muqayyad. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:

“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Terj. Al Hajj: 28)

Hari yang ditentukan itu adalah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.

Takbir mutlak adalah takbir yang tidak dibatasi waktunya, yaitu mengucapkan, “Allahu akbar-Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd.” dengan menjaharkan suaranya bagi laki-laki, baik di masjid, di pasar, di rumah, di jalan dan pada saat ia berangkat ke lapangan untuk shalat ‘Ied.

Sedangkan takbir muqayyad adalah takbir yang dilakukan setelah shalat fardhu, yang dimulai dari fajar hari Arafah, dan berakhir sampai ‘Ashar akhir hari tasyriq.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab, “Segala puji bagi Allah. Pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Hal ini merupakan kesepakatan para imam yang empat.” [Majmu Al -Fatawa 24/220]

Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina bergemuruh dengan suara takbir. Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya. Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid.”

Termasuk hal yang perlu diketahui pula adalah bahwa pada hari-hari tasyriq kita diharamkan berpuasa kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ ِللهِ تَعَالَى

“Hari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzkrullah Ta’ala.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Buat saudara2ku yg belum bs berqurban (termasuk saya, hiks) di tahun ini, telah berniat dan berusaha dgn keras tapi belum juga mendapatkan hasil, Insya Allah, Allah telah mencatatnya sebagai pahala berqurban,

Hal ini berdasarkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ketika menyembelih kurban bersabda:

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Bismillah wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih.” (HR. Abu Dawud)

JAdi dgn mengetahui mengenai ilmu berqurban dan memahami ilmu itu dan mengikuti keteladannya Ibrahim, As kita berharap untuk dapat mewarisi sikap mendahulukan Allah dari pada yang lain. Disamping itu dengan melaksanakan ibadah qurban ini diharapkan akan tumbuh jiwa kedermawanan dalam diri setiap orang yang berqurban. Kedermawanan ini sangat peting dalam mendukung kesuksesan dakwah Islam. Maka pantas kalau Rasulullah saw bersabda bahwa tidak ada amal anak Adam yang paling disukai Allah pada hari raya qurban selain daripada menyembelih qurban. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi) Mari kita berqurban dan meluruskan niat dalam berqurban.

Allahuakbar..Allahuakbar..Allahuakbar..walillah ilhamd

By : Sri W Priambodo

Minggu, 10 Oktober 2010

SURAT DARI IBU

Aku tuliskan goresan ini atas nama cinta yang besarnya hanya Allah yang tahu.

Anakku...Rasanya baru kemaren kudengar syahdu tangisan malammu….Rasanya baru kemaren air susu ini kering karenamu....Rasanya baru kemaren kamu terlelap digendonganku....Rasanya baru kemaren kumandikan dirimu dalam bak kecilmu....Rasanya baru kemaren kusuapi makanan untukmu....

Rasanya baru kemaren kuejakan kata pertamamu....Rasanya baru kemaren kubimbing tulis dan baca pertamamu....Rasanya baru kemaren kutuntun lagu pertamamu....Rasanya baru kemaren kudidik sikap santun pertamamu....Rasanya baru kemaren kuajarkan bacaan kalam ILLAHI pertamamu....

Kini engkau menjelma menjadi bintang malamku....Yang menerangi ruang gelapku....Beranjak menyongsong hari esokmu....Menjadi matahari pagiku....Yang menyinariku dengan cahayamu....Parfum yang kau tebar akan menebar bau harum....dan akupun ikut mencium keharuman itu....Cahaya yang kau pancarkan akan menerangi jalan dan akupun ikut merasakan terangnya jalan itu....

Kepak sayapmu kini mengembang....Kuncup manismu mulai mekar....Langkah kecilmu menoreh makna....Kata cedalmu mengundang tawa....Doa tulusmupun menghadirkan suka....Nak, menjadi Ibu itu indah dan mulia....Besar kecemasanku menanti kelahiranmu dulu belum hilang hingga saat ini....Kecemasan yang indah karena ia didasari sebuah cinta....Sebuah cinta yang telah terasakan bahkan ketika yang dicintai belum sekalipun kutemui....

Nak, menjadi Ibu itu indah dan mulia....Bacalah sejarah Nabi-Nabi dan Rasul dan temukanlah betapa nasehat yang terbaik itu dicatat dari dialog orang tua dengan anak-anaknya....Meskipun demikian, ketahuilah Nak, menjadi ibu itu berat dan sulit....Tapi kuakui, betapa sepanjang masa kehadiranmu di sisiku, aku seperti menemui keberadaanku, makna keberadaanmu, dan makna tugas keibuanku terhadapmu....Sepanjang masa keberadaanmu adalah salah satu masa terindah dan paling aku banggakan di depan siapapun....Bahkan dihadapan ALLAH, ketika aku duduk berduaan berhadapan dengan Nya, hingga saat usia senja ini....

Nak, saat pertama engkau hadir, kucium dan kupeluk engkau sebagai buah cintaku dan ayahmu....Sebagai bukti, bahwa aku dan ayahmu tak lagi terpisahkan oleh apapun jua....Tapi seiring waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata: "TIDAK", timbul kesadaranku siapa engkau sesungguhnya....Engkau bukan milikku, juga bukan milik ayahmu Nak....Engkau lahir bukan karena cintaku dan cinta ayahmu....Engkau adalah milik ALLAH....Tak ada hakku menuntut pengabdian darimu....Karena pengabdianmu semata-mata seharusnya hanya untuk ALLAH....

Nak, sedih, pedih dan terhempaskan rasanya menyadari siapa sebenarnya aku dan siapa engkau....Dan dalam waktu panjang di malam-malam sepi, kusesali kesalahanku itu sepenuh –penuhnya dengan air mata dihadapan ALLAH....Syukurlah, penyesalan itu mencerahkanku.

Sejak saat itu Nak, satu-satunya usahaku adalah mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya....Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu....Melakukan segala sesuatu karena Nya, bukan karena ibumu dan ayahmu....Tugasku bukan membuatmu dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai ALLAH....Inilah usaha terberatku Nak, karena artinya aku harus lebih dulu memberi contoh kepadamu dekat dengan ALLAH....Keinginanku harus lebih dulu sesuai dengan keinginan ALLAH, Agar perjalananmu mendekati Nya tak lagi terlalu sulit....

Kemudian, kitapun memulai perjalanan itu berdua, tak pernah engkau kuhindarkan dari kerikil tajam dan lumpur hitam....Aku cuma menggenggam jemarimu dan merapatkan jiwa kita satu sama lain....Agar dapat kau rasakan perjalanan ruhaniah yang sebenarnya....Saat engkau mengeluh letih berjalan, kukuatkan engkau karena kita memang tak boleh berhenti....Perjalanan mengenal ALLAH tak kenal letih dan berhenti, Nak....Berhenti berarti mati, inilah kata-kataku tiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa....

Aku dan kau terlalu lama mengenali....Ibarat mengenali telapak tangan sendiri....Menghadirkan kerinduan yang tak terkira....Kau dan aku percaya takdir itu bukan kita yang merancangnya....Hanya pada ALLAH kita berserah agar engkau selalu menjadi mutiaraku....Kasih sayang ini anugerah terindah....terasa lembut membelai hati....Membasuh duka-duka yg sendu....membuatku tersenyum seketika....Walau dalam rana dan luka....Kumohon padaMU yaa ALLAH....Jangan pisahkan....Satukan kami dalam ikatan kecuali dengan kuasa takdirMU....

Akhirnya Nak, kalau nanti, ketika semua manusia dikumpulkan di hadapan ALLAH, dan kudapati jarakku amat jauh dari Allah, aku akan ikhlas....Karena seperti itulah aku di dunia....Tapi, kalau boleh aku berharap, aku ingin saat itu aku melihatmu dekat dengan Allah....Aku akan bangga Nak, karena itulah bukti bahwa semua titipan Allah kepada ibu dan ayahmu bisa ibu kembalikan kepada pemilik yang sebenarnya....Allah

Sumber : http://www.facebook.com/#!/pages/Keluarga-Sakinah/103293261987


Jumat, 08 Oktober 2010

Sabar dan shalat sebagai penolong..

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu , sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” ( QS AlBaqarah (2) :153)

Tafsir
Oleh: DR. Attabiq Luthfi, MA
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”. (Al-Baqarah: 45-46)

Ibnu Katsir menjelaskan satu prinsip dan kaidah dalam memahami Al-Qur’an berdasarkan ayat ini bahwa meskipun ayat ini bersifat khusus ditujukan kepada Bani Israel karena konteks ayat sebelum dan sesudahnya ditujukan kepada mereka, namun secara esensi bersifat umum ditujukan untuk mereka dan selain mereka. Bahkan setiap ayat Al-Qur’an, langsung atau tidak langsung sesungguhnya lebih diarahkan kepada orang-orang yang beriman, karena hanya mereka yang mau dan siap menerima pelajaran dan petunjuk apapun dari Kitabullah. Maka peristiwa yang diceritakan Allah Taala tentang Bani Israel, terkandung di dalamnya perintah agar orang-orang yang beriman mengambil pelajaran dari peristiwa yang dialami mereka. Begitulah kaidah dalam setiap ayat Al-Qur’an sehingga kita bisa mengambil bagian dari setiap ayat Allah swt. “Al-Ibratu Bi’umumil Lafzhi La Bikhusus sabab” (Yang harus dijadikan dasar pedoman dalam memahami Al-Qur’an adalah umumnya lafazh, bukan khususnya sebab atau peristiwa yang melatarbelakanginya”.

Perintah dalam ayat di atas sekaligus merupakan solusi agar umat secara kolektif bisa mengatasi dengan baik segala kesulitan dan problematika yang datang silih berganti. Sehingga melalui ayat ini, Allah memerintahkan agar kita memohon pertolongan kepada-Nya dengan senantiasa mengedepankan sikap sabar dan menjaga shalat dengan istiqamah. Kedua hal ini merupakan sarana meminta tolong yang terbaik ketika menghadapi berbagai kesulitan. Rasulullah saw selaku uswah hasanah, telah memberi contoh yang konkrit dalam mengamalkan ayat ini. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dijelaskan bahwa, “Sesungguhnya Rasulullah saw apabila menghadapi suatu persoalan, beliau segera mengerjakan shalat“.

Huzaifah bin Yaman menuturkan, “Pada malam berlangsungnya perang Ahzab, saya menemui Rasulullah saw, sementara beliau sedang shalat seraya menutup tubuhnya dengan jubah. Bila beliau menghadapi persoalan, maka beliau akan mengerjakan shalat“. Bahkan Ali bin Abi Thalib menuturkan keadaan Rasulullah saw pada perang Badar, “Pada malam berlangsungnya perang Badar, semua kami tertidur kecuali Rasulullah, beliau shalat dan berdo’a sampai pagi“.

Dalam riwayat Ibnu Jarir dijelaskan bagaimana pemahaman sekaligus pengamalan sahabat Rasulullah saw terhadap ayat ini. Diriwayatkan bahwa ketika Ibnu Abbas melakukan perjalanan, kemudian sampailah berita tentang kematian saudaranya Qatsum, ia langsung menghentikan kendaraanya dan segera mengerjakan shalat dua raka’at dengan melamakan duduk. Kemudian ia bangkit dan menuju kendaraannya sambil membaca, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’“.

Secara khusus untuk orang-orang yang beriman, perintah menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong ditempatkan dalam rangkaian perintah dzikir dan syukur. “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku. Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah swt senantiasa bersama dengan orang-orang yang sabar“. (Al-Baqarah: 152-153). Dalam kaitan dengan dzikir, menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong adalah dzikir. Siapa yang berdzikir atau mengingat Allah dengan sabar, maka Allah akan mengingatnya dengan rahmat.
Masih dalam konteks orang yang beriman, sikap sabar yang harus selalu diwujudkan adalah dalam rangka menjalankan perintah-perintah Allah Taala, karena beban berat yang ditanggungnya akan terasa ringan jika diiringi dengan sabar dan shalat. Ibnul Qayyim mengkategorikan sabar dalam rangka menjalankan perintah Allah Taala termasuk sabar yang paling tinggi nilainya dibandingkan dengan sabar dalam menghadapi musibah dan persoalan hidup.

Syekh Sa’id Hawa menjelaskan dalam tafsirnya, Asas fit Tafasir kenapa sabar dan shalat sangat tepat untuk dijadikan sarana meminta pertolongan kepada Allah Taala. Beliau mengungkapkan bahwa sabar dapat mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat dapat mencegah dari berbagai perilaku keji dan munkar, disamping juga shalat dapat memberi ketenangan dan kedamaian hati. Keduanya (sabar dan shalat) digandengkan dalam kedua ayat tersebut dan tidak dipisahkan, karena sabar tidak sempurna tanpa shalat, demikian juga shalat tidak sempurna tanpa diiringi dengan kesabaran. Mengerjakan shalat dengan sempurna menuntut kesabaran dan kesabaran dapat terlihat dalam shalat seseorang.

Lebih rinci, syekh Sa’id Hawa menjelaskan sarana lain yang terkait dengan sabar dan shalat yang bisa dijadikan penolong. Puasa termasuk ke dalam perintah meminta tolong dengan kesabaran karena puasa adalah separuh dari kesabaran. Sedangkan membaca Al-Fatihah dan doa termasuk ke dalam perintah untuk meminta tolong dengan shalat karena Al-Fatihah itu merupakan bagian dari shalat, begitu juga dengan do’a.
Memohon pertolongan hanya kepada Allah merupakan ikrar yang selalu kita lafadzkan dalam setiap shalat kita, “Hanya kepada-Mu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami mohon pertolongan“. Agar permohonan kita diterima oleh Allah, tentu harus mengikuti tuntunan dan petunjuk-Nya. Salah satu dari petunjuk-Nya dalam memohon pertolongan adalah dengan sentiasa bersikap sabar dan memperkuat hubungan yang baik dengan-Nya dengan menjaga shalat yang berkualitas. Disinilah shalat merupakan cerminan dari penghambaan kita yang tulus kepada Allah.

Esensi sabar menurut Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dapat dilihat dari dua hal: Pertama, sabar karena Allah atas apa yang disenangi-Nya, meskipun terasa berat bagi jiwa dan raga. Kedua, sabar karena Allah atas apa yang dibenci-Nya, walaupun hal itu bertentangan keinginan hawa nafsu. Siapa yang bersikap seperti ini, maka ia termasuk orang yang sabar yang Insya Allah akan mendapat tempat terhormat.

Betapa kita sangat membutuhkan limpahan pertolongan Allah dalam setiap aktivitas dan persoalan kehidupan kita. Adalah sangat tepat jika secara bersama-sama kita bisa mengamalkan petunjuk Allah dalam ayat di atas agar permohonan kita untuk mendapatkan pertolongan-Nya segera terealisir. Amin

Sumber : http://abuhaydar.wordpress.com/2007/07/17/sabar-dan-shalat-sebagai-penolong/

Minggu, 03 Oktober 2010

Sepuluh Wasiat Untuk Istri


Istri memegang peranan yang sangat penting dalam istana keluarganya. Maka ia dituntut untuk memahami peranan tersebut lalu mengaplikasikannya dalam kehidupan berkeluarga. Berikut ada beberapa wasiat untuk mereka yang berhasrat menjadi istri yang mendambakan keluarga bahagia. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.

1.Takwa kepada Allah dan menjauhi maksiat

Bila engkau ingin kesengsaraan bersarang di rumahmu dan bertunas, maka bermaksiatlah kepada Allah. Sesungguhnya kemaksiatan menghancurkan negeri dan menggoncang kerajaan. Oleh karena itu jangan engkau goncangkan rumahmu dengan berbuat maksiat kepada Allah.

Wahai hamba Allah….jagalah Allah maka Dia akan menjagamu beserta keluarga dan rumahmu. Sesungguhnya ketaatan akan mengumpulkan hati dan mempersatukannya, sedangkan kemaksiatan akan mengoyak hati dan menceraiberaikan keutuhannya.

Karena itulah, salah seorang wanita shalihah jika mendapatkan sikap keras dan berpaling dari suaminya, ia berkata:”Aku mohon ampun kepada Allah..itu terjadi karena perbuatan tanganku (kesalahanku)..”Maka hati-hatilah wahai saudariku muslimah dari berbuat maksiat, khususnya:

-Meninggalkan shalat atau mengakhirkannya atau menunaikannya dengan cara yang tidak benar.

-Duduk di majlis ghibah dan namimah, berbuat riya dan sum’ah.

-Menjelekkan dan mengejek orang lain. Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang briman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang menolok-olokkan) dan janganlah wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan”(QS. Al Hujurat: 11).

-Keluar menuju pasar tanpa kepentingan yang sangat mendesak dan tanpa didampingi mahram. Rasulullah bersabda:”Negeri yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjidnya dan negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya”(HR. Muslim).

-Mendidik anak dengan pendidikan barat atau menyerahkan pendidikan anak kepada para pambantu dan pendidik-pendidik yang kafir.

-Meniru wanita-wanita kafir. Rasulullah bersabda:”Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka”(HR. Imam Ahmad dan Abu Daud serta dishahihkan Al-Albany).

-Membiarkan suami dalam kemaksiatannya.

-Tabarruj (pamer kecantikan) dan sufur (membuka wajah).

-Membiarkan sopir dan pembantu masuk ke dalam rumah tanpa kepentingan yang mendesak.

2.Berupaya mengenal dan memahami suami

Hendaknya engkau berupaya memahami suamimu. Apa -apa yang ia sukai, berusahalah memenuhinya dan apa-apa yang ia benci, berupayalah untuk menjauhinya dengan catatan selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khalik (Allah ‘Azza Wajalla).

3. Ketaatan yang nyata kepada suami dan bergaul dengan baik.

Sesungguhnya hak suami atas istrinya itu besar. Rasulullah bersabda:”Seandainya aku boleh memerintahkanku seseorang sujud kepada orang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya”(HR. Imam Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albany).

Hak suami yang pertama adalah ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan baik dalam bergaul dengannya serta tidak mendurhakainya. Rasulullah bersabda:”Dua golongan yang shalatnya tidak akan melewati kepalanya, yaitu budak yang lari dari tuannya hingga ia kembali dan istri yang durhaka kepada suaminya hingga ia kembali”(HR. Thabrani dan Hakim, dishahihkan oleh Al-Albany).

Ketahuilah, engkau termasuk penduduk surga dengan izin Allah, jika engkau bertakwa kepada Allah dan taat kepada suamimu. Dengan ketaatanmu pada suami dan baiknya pergaulanmu terhadapnya, engkau akan menjdai sebaik-baik wanita (dengan izin Allah).

4.Bersikap qanaah (merasa cukup)

Kami meninginkan wanita muslimah ridha dengan apa yang diberikan untuknya baik itu sedikit ataupun banyak.

Maka janganlah ia menuntut di luar kesanggupan suaminya atau meminta sesuatu yang tidak perlu. Renungkanlah wahai saudariku muslimah, adabnya wanita salaf radhiallahu ‘anhunna.Salah seorang dari mereka bila suaminya hendak keluar rumah ia mewasiatkan satu wasiat kepadanya. Apakah itu??? Ia berkata pada suaminya:”Hati-hatilah engkau wahai suamiku dari penghasilan yang haram, karena kami bisa bersabar dari rasa lapar namun kami tidak bisa bersabar dari api neraka.”

5. Baik dalam mengatur urusan rumah tangga, seperti mendidik anak-anak dan tidak menyerahkannya pada pembantu, menjaga kebersihan rumah dan menatanya dengan baik dan menyiapkan makan pada waktunya.

Termasuk pengaturan yang baik adalah istri membelanjakan harta suaminya pada tempatnya (dengan baik), maka ia tidak berlebih-lebihan dalam perhiasan dan alat-alat kecantikan.

6.Baik dalam bergaul dengan keluarga suami dan kerabat-kerabatnya, khususnya dengan ibu suami sebagai orang yang paling dekat dengannya.

Wajib bagimu untuk menampakkan kecintaan kepadanya, bersikap lembut, menunjukkan rasa hormat, bersabar atas kekeliruannya dan engkau melaksanakan semua perintahnya selama tidak bermaksiat kepada Allah semampumu.

7.Menyertai suami dalam perasaannya dan turut merasakan duka cita dan kesedihannya.

Jika engkau ingin hidup dalam hati suamimu, maka sertailah ia dalam duka cita dan kesedihannya. Renungkanlah wahai saudariku kedudukan Ummul Mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha, dalam hati Rasulullah walaupun ia telah meninggal dunia.. Kecintaan beliau kepada Khadijah tetap bersemi sepanjang hidup beliau, kenangan bersama Khadijah tidak terkikis oleh panjangnya masa. Bahkan terus mengenangnya dan bertutur tentang andilnya dalam ujian, kesulitan dan musibah yang dihadapi. Seorangpun tidak akan lupa perkataannya yang masyur sehingga menjadikan Rasulullah merasakan ketenangan setelah terguncang dan merasa bahagia setelah bersedih hati ketika turun wahyu pada kali pertama:” Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Karena sungguh engkau menyambung silaturahmi, menaggung orang lemah, menutup kebutuhan orang yang tidak punya dan engkau menolong setiap upaya menegakkan kebenaran”.(HR. Mutafaq alaihi, Bukhary dan Muslim).

8.Bersyukur (berterima kasih) kepada suami atas kebaikannya dan tidak melupakan keutamaannya.

Wahai istri yang mulia! Rasa terima kasih pada suami dapat kau tunjukkan dengan senyuman manis di wajahmu yang menimbulkan kesan di hatinya, hingga terasa ringan baginya kesulitan yang dijumpai dalam pekerjaannya. Atau engkau ungkapkan dengan kata-kata cinta yang memikat yang dapat menyegarkan kembali cintamu di hatinya. Atau memaafkan kesalahan dan kekurangannya dalam menunaikan hak-hakmu dengan membandingkan lautan keutamaan dan kebaikannya kepadamu.

9.Menyimpan rahasia suami dan menutupi kekurangannya (aibnya).

Istri adalah tempat rahasia suami dan orang yang paling dekat dengannya serta paling tahu kekhususannya. Bila menyebarkan rahasia merupakan sifat yang tercela untuk dilakukan oleh siapapun, maka dari sisi istri lebih besar dan lebih jelek lagi. Saudariku, simpanlah rahasia-rahasia suamimu, tutuplah aibnya dan jangan engkau tampakkan kecuali karena maslahat yang syar’I seperti mengadukan perbuatan dhalim kepada Hakim atau Mufti atau orang yang engkau harapkan nasehatnya.

10.Kecerdasan dan kecerdikan serta berhati-hati dari kesalahan.

Termasuk kesalahan adalah: Seorang istri menceritakan dan menggambarkan kecantikan sebagian wanita yang dikenalnya kepada suaminya. Padahal Rasulullah telah melarang hal itu dalam sabdanya:”Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu mensifatkan wanita itu kepada suaminya sehingga seakan-akan suaminya melihatnya”(HR. Bukhary dalam An-Nikah).

“Untuk para istri yang berhasrat menjadi penyejuk hati dan mata suaminya. Semoga Allah memeliharamu dalam naungan kasih sayang dan rahmatNya. Amin.”


Sumber : http://kebaktianku.wordpress.com

Sabtu, 02 Oktober 2010

Sedekah Yang Paling Afdhol


Dalam sebuah hadits terdapat penjelasan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengenai aktifitas bersedekah yang paling utama alias afdhol.

Tidak semua bentuk bersedekah bernilai afdhol. Bagi orang yang berusia muda dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia, sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.

Untuk itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran kepada ummatnya mengenai sedekah yang paling afdhol.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ

تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ

قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ

“Seseorang bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)

Coba lihat betapa detilnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan ciri orang yang paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria: (1) Dalam keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar keuntungan duniawi; (2) dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya; (3) dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan (4) tidak dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.

Pertama, orang yang paling afdhol dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan duniawi.

Artinya, ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi dan perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses, mungkin dalam karirnya atau bisinisnya.

Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan proyeknya.

Dengan dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera menyalurkannya ke pos investasinya.

Setiap uang yang ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka sedekahnya akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika nanti sudah sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan” alias berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah selama masih dalam masa investasi tersebut.

Kedua, bersedekah ketika dalam keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam keadaan tidak ingin menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai dibandingkan orang yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila seorang yang sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia bukanlah tipe orang yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya sendiri.

Ia sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah mengembangkan sifat dan karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa jika Allah izinkan dirinya benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam kekayaan itu dia bakal selalu sadar ada hak kaum yang kurang bernasib baik yang perlu diperhatikan.

Sekaligus kebiasaan bersedekah yang dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap awal merintis bisnisnya, maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku bisnis itu sadar sekali bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal dari Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ar-Razzaq.

Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata.

Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ

“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)

Ketiga, sedekah menjadi afdhol bila si pemberi sedekah berada dalam keadaan khawatir menjadi miskin. Walaupun ia dalam keadaan khawatir menjadi miskin, namun hal ini tidak mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan bahwa bersedekah dalam keadaan seperti itu merupakan bukti ke-tawakkal-annya kepada Allah.

Ia sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin. Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun yang dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.

Ia sudah menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di dalam keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang bertaqwa di dalam Al-Qur’an:

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ

”... yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS Ali Imran ayat 133-134)

Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang. Sehingga digambarkan oleh beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh seorang pencatat menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak menerima harta miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.

Ini bukanlah bentuk bersedekah yang afdhol. Sebab pada hakikatnya, seorang yang bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya dalam keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya pilihan lain.

Bila seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus bersedekah.

Itulah sebabnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih menghargai orang yang masih muda lagi sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru berfikir untuk bersedekah.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa bersedekah yang paling afdhol. Terimalah, ya Allah, segenap infaq dan sedekah kami di jalanMu. Amin.-


Sumber : www.eramuslim.com

Kamis, 30 September 2010

Lima Keutamaan Istighfar

Imam Nur Suharno MPdI

Muhammad Shalih Al-Khuzaim dalam bukunya Shifat Shalat Qiyamullail, menjelaskan bahwa istighfar merupakan penutup amal saleh, penutup shalat, haji, puasa, dan juga penutup majelis. Istighfar berfungsi untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang diperbuat selama melaksanakan ibadah tersebut. Selain itu, istighfar juga sebagai penyebab utama mendapatkan ampunan Allah SWT.

Karena itu, setiap Muslim hendaknya memperbanyak istighfar dalam berbagai kesempatan. Minimal mengucapkan: Astaghfirullah, Rabbighfirli, Allahummaghfirli, dan yang lainnya. Melalui istighfar tersebut seseorang akan memperoleh banyak keutamaan.

Pertama, dihapus kejelekannya dan diangkat derajatnya. “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’ [4]: 110).

Kedua, dilapangkan rezeki, anak, harta, dan penyebab turunnya hujan. “Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (QS Nuh [71]: 10-13).

Ketiga, ditambah kekuatannya. “Dan (dia berkata): ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’.” (QS Hud [11]: 52).

Keempat, dilenyapkan dosanya. Setiap dosa meninggalkan noda hitam pada hati. Noda hitam bisa lenyap dengan melakukan istighfar. “Sesungguhnya bila seorang Mukmin melakukan satu dosa, pada hatinya timbul satu noda hitam. Bila dia bertobat, berhenti dari maksiat, dan beristighfar, niscaya mengilap hatinya.” (HR Ahmad).

Kelima, dimudahkan segala urusannya. “Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Untuk itu, ketahuilah, dalam sebuah atsar disebutkan bahwa, “Sesungguhnya Iblis pernah berkata: ‘Aku membinasakan manusia dengan dosa, dan mereka membinasakanku dengan La Ilaha Illallah dan istighfar’.” Wallahu a’lam.

Sumber : http://jakarta45.wordpress.com

Keutamaan Istighfar

REPUBLIKA.CO.ID,Muhammad Shalih Al-Khuzaim dalam bukunya Shifat Shalat Qiyamullail, menjelaskan bahwa istighfar merupakan penutup amal saleh, penutup shalat, haji, puasa, dan juga penutup majelis. Istighfar berfungsi untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang diperbuat selama melaksanakan ibadah tersebut. Selain itu, istighfar juga sebagai penyebab utama mendapatkan ampunan Allah SWT.

Karena itu, setiap Muslim hendaknya memperbanyak istighfar dalam berbagai kesempatan. Minimal mengucapkan: Astaghfirullah, Rabbighfirli, Allahummaghfirli, dan yang lainnya. Melalui istighfar tersebut seseorang akan memperoleh banyak keutamaan.

Pertama, dihapus kejelekannya dan diangkat derajatnya. “Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’ [4]: 110).

Kedua, dilapangkan rezeki, anak, harta, dan penyebab turunnya hujan. “Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (QS Nuh [71]: 10-13).

Ketiga, ditambah kekuatannya. “Dan (dia berkata): ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa’.” (QS Hud [11]: 52).

Keempat, dilenyapkan dosanya. Setiap dosa meninggalkan noda hitam pada hati. Noda hitam bisa lenyap dengan melakukan istighfar. “Sesungguhnya bila seorang Mukmin melakukan satu dosa, pada hatinya timbul satu noda hitam. Bila dia bertobat, berhenti dari maksiat, dan beristighfar, niscaya mengilap hatinya.” (HR Ahmad).

Kelima, dimudahkan segala urusannya. “Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

Untuk itu, ketahuilah, dalam sebuah atsar disebutkan bahwa, “Sesungguhnya Iblis pernah berkata: ‘Aku membinasakan manusia dengan dosa, dan mereka membinasakanku dengan La Ilaha Illallah dan istighfar’.” Wallahu a’lam.

Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Imam Nur Suharno MPdI

Tepis Rasa Ragu Itu…

eramuslim - Bimbang dan ragu terkadang datang menghampiri kita makhluk-Nya. Menandakan betul betapa lemah dan rapuhnya kita. Untuk mengambil keputusan sekecil apapun, bersitan rasa ragu hadir. Ragu dan bimbang ketika dihadapkan pada dua atau banyak pilihan. Entah akhirnya menjadi besar atau kemudian sirna.

Banyak muslimah yang ketika saat untuk memilih pasangan hidup tiba menjadi ragu-ragu dan bimbang. Begitu halnya dengan saya dulu. Aduh, betul tidak pilihan saya? Kata jangan-jangan masih terekam di benak. Gelisah…. bingung…. gimana enaknya ya. Menerima yang satu dan menolak yang lain tanpa alasan syar’i kadang menimbulkan perasaan berdosa. Wajar tidak ya?

Kebebasan untuk memilih calon pasangan itu bukan saja pada laki-laki, namun kita muslimah juga punya hak untuk memilih dan juga hak untuk menolak, meski alasannya misal hanya masalah tampang yang kurang menarik. Hal itu dibenarkan dan ada dasarnya dari sumber hadits yang terpercaya, misalnya hadits berikut ini:

Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Jamilah binti Salul mendatangi Nabi Saw dan berkata, “Demi Allah, aku tidak mencela Tsabit (suaminya) dalam masalah agama dan akhlaqnya. Namun aku membenci kekufuran dalam Islam.” Maka Rasulullah Saw berkata, “Apakah kamu siapa untuk mengembalikan kebun kepada suamimu?”. Dia menjawab, “Ya”. Maka beliau memerintahkan Tsabit untuk mengambil kebun Jamilah tanpa tambahan”. (HR Ibnu Majah). Dalam riwayat Tabari dijelaskan bahwa yang menjadi alasan Jailah untuk minta cerai dari suaminya itu adalah karena suaminya (Tsabit bin Qais) kulitnya hitam legam, pendek dan mukanya jelek.

Dari Khansa’ bin Khadam Al-Anshariyah bahwa ayahnya menikahkannya dan dia seorang janda dan dia tidak suka. Maka dia datang kepada Rasulullah Saw dan ditolaklah nikahnya. (HR. Bukhari 9: 194).

Yang lebih bikin pusing justru ketika pilihan sudah dijatuhkan, eh keraguan masih ada. Duh… Gusti Allah kenapa rasa mantap itu masih belum ada ya. Malah bikin tambah puyeng.

Allah memberikan kita alternatif dengan sholat istikharah. Dia yang Menguasai hati dan Maha membolakbalikannya. Kalaupun hasilnya masih nihil mungkin kita harus introspeksi akan kualitasnya. Siapa tahu masih dikotori oleh keinginan dan kecondongan pribadi. Belum tentu yang menurut pandangan kita dan manusia umumnya jelek, itu yang jelek menurut Allah juga sebaliknya. Allah tidak mengenal fungsi waktu, Allah yang Maha Tahu yang terbaik bagi kita. Kita minta dari-Nya yang terbaik bagi diri kita.

Saya belajar bahwa keraguan identik dengan rasa takut. Takut menghadapi konsekuensi dan resiko dari pilihan kita. Apa jadinya kalau pilihan saya salah. Belum terjadi apa-apa sudah cemas. Bayangan-bayangan buruk lantas berseliwean. Di sini kita perlu memaknai betul-betul arti tawakkal. Berserah diri pada-Nya semata. Keraguan dihembus-hembuskan syetan untuk menjauhkan kita dari rasa tawakkal. Keyakinan tidak ada yang bakal terjadi kecuali dengan ijin Allah. Kepasrahan dalam tingkat yang seutuhnya. Bahwa kita ini makhluk, hamba-Nya.
Ketika permintaan kepada Allah untuk dimantapkan hati sudah dilakukan dan keputusan diambil. Dapat dikatakan sudah selesai tugas kita. Kita telah membulatkan niat dan menguatkan ikhtiar. Pasrahkan semuanya pada-Nya. Berprasangka baik pada-Nya.
Kembali soal pasangan hidup, Allah sendiri sudah menjamin, “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)”. (Al Qur’an 24:26).

Apakah pasangan hidup kita sebanding dan cukup baik bagi kita? Keimanannya bagus, sholeh, hanif? Tentunya kita bisa mendapatkannya sesuai dengan janji Allah tersebut jika kita pun meningkatkan kesholehan kita, keimanan kita, dan kualitas kita. Jika kita pun sebanding dengannya. Seperti apa kita, seperti itu juga cerminan pasangan hidup kita.

Semoga Allah memberikan kita kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi segala ‘ketidakpastian’ dunia, dan senantiasa diberi kemampuan untuk bertawakkal pada-Nya. Amien ya Rabbal ‘alamin. Wallahu’Alam bishshowab.

Jika Kamu Jadi Istriku Nanti

Jika seorang lelaki ingin menarik hati seorang wanita, biasanya yang ditebarkan adalah berjuta-juta kata puitis bin manis, penuh janji-janji untuk memikat hati, “Jika kau menjadi istriku nanti, percayalah aku satu-satunya yang bisa membahagiakanmu,” atau “Jika kau
menjadi istriku nanti, hanya dirimu di hatiku” dan “bla…bla…bla…” Sang wanita pun tersipu malu, hidungnya kembang kempis, sambil menundukkan kepala, “Aih…aih…, abang bisa aja.”
Onde mande, rancak bana !!!

Lidah yang biasanya kelu untuk berbicara saat bertemu gebetan, tiba-tiba jadi luwes, kadang dibumbui ‘ancaman’ hanya karena keinginan untuk mendapatkan doi seorang. Kalo ada yang coba-coba main mata ama si doi, “Jangan macem-macem lu, gue punya nih!” Amboi… belum dinikahi kok udah ngaku-ngaku miliknya dia ya? Lha, yang udah nikah aja ngerti kalo pasangannya itu sebenarnya milik Allah SWT.

Emang iya sih, wanita biasanya lebih terpikat dengan lelaki yang bisa menyakinkan dirinya apabila ntar udah menikah bakal selalu sayang hingga ujung waktu, serta bisa membimbingnya kelak kepada keridhoan Allah SWT.

Bukan lelaki yang janji-janji mulu, tanpa berbuat yang nyata, atau lelaki yang gak berani mengajaknya menikah dengan 1001 alasan yang di buat-buat.

Kalo lelaki yang datang serta mengucapkan janjinya itu adalah seseorang yang emang kita kenal taat ibadah, akhlak serta budi pekertinya laksana Rasulullah SAW atau Abi bin Abi Thalib r.a., ini sih gak perlu ditunda jawabannya, cepet-cepet kepala dianggukkan, daripada diambil orang lain, iya gak? Namun realita yang terjadi, terkadang yang datang itu justru tipe seperti Ramli, Si Raja Chatting, atau malah Arjuna, Si Pencari Cinta, yang hanya mengumbar janji-janji palsu, lalu bagaimana sang wanita bisa percaya dan yakin dengan janjinya?

Nah…
Berarti masalahnya adalah bagaimana cara kita menjelaskan calon pasangan untuk percaya dengan kita? Pusying… pusying… gimana caranya ya? Ih nyantai aja, semua itu telah diatur dalam syariat Islam kok, karena caranya bisa dengan proses ta’aruf. Apa sih yang harus dilakukan dalam ta’aruf? Apa iya, seperti ucapan janji-janji seperti diatas?

Ta’aruf sering diartikan ‘perkenalan’, kalau dihubungkan dengan pernikahan maka ta’aruf adalah proses saling mengenal antara calon laki-laki dan perempuan sebelum proses khitbah dan pernikahan. Karena itu perbincangan dalam ta’aruf menjadi sesuatu yang penting sebelum melangkah ke proses berikutnya. Pada tahapan ini setiap calon pasangan dapat saling mengukur diri, cocok gak ya dengan dirinya.

Lalu, apa aja sih yang mesti diungkapkan kepada sang calon saat ta’aruf?

1. Keadaan Keluarga
Jelasin ke calon pasangan tentang anggota keluarga masing-masing, berapa jumlah sodara, anak keberapa, gimana tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Bukan apa-apa, siapa tahu dapat calon suami yang anak tunggal, bokap ama nyokap kaya 7 turunan, sholat dan ibadahnya bagus banget, guanteng abis, lagi kuliah di Jepang (ehm), pokoknya selangit deh! Kalo ketemu tipe begini, sebelum dia atau mediatornya selesai ngomong langsung kasih kode, panggil ortu ke dalam bentar, lalu bilang “Abi, boljug tuh,kaya’ ginian jangan dianggurin nih. Moga-moga gak lama lagi langsung dikhitbah ya Bi, kan bisa diajak ke Jepang!” Lho? :D

2. Harapan dan Prinsip Hidup
Warna kehidupan kelak ditentukan dengan visi misi suatu keluarga lho, terutama sang suami karena ia adalah qowwan dalam suatu keluarga. Sebagai pemimpin ia laksana nahkoda sebuah bahtera, mau jalannya lempeng atau sradak-sruduk, itu adalah kemahirannya dalam memegang kemudi. Karena itu setiap calon pasangan kudu tau harapan dan prinsip hidup masing-masing. Misalnya nih, “Jika kau menjadi istriku nanti, harapanku semoga kita semakin
dekat kepada Allah” atau “Jika kau menjadi istriku nanti, mari bersama mewujudkan keluarga sakinah, rahmah, mawaddah.” Kalo harapan dan janjinya seperti ini, kudu’ diterima tuh, insya Allah janjinya disaksikan Allah SWT dan para malaikat. Jadi kalo suatu saat dia gak nepatin janji, tinggal didoakan, “Ya Allah… suamiku omdo nih, janjinya gak ditepatin, coba deh sekali-kali dianya…,” hush…! Gak boleh doakan suami yang gak baik lho, siapa tahu ia-nya khilaf kan?

3. Kesukaan dan Yang Tidak Disukai
Dari awal sebaiknya dijelasin apa yang disukai, atau apa yang kurang disukai, jadinya nanti pada saat telah menjalani kehidupan rumah tangga bisa saling memahami, karena toh udah dijelaskan dari awalnya. Dalam pelayaran bahtera rumah tangga butuh saling pengertian, contoh sederhananya, istri yang suka masakan pedas sekali-kali masaknya jangan terlalu pedas, karena suaminya kurang suka. Suami yang emang hobinya berantakin rumah (karena lama jadi bujangan), setelah menikah mungkin bisa belajar lebih rapi, dll.
Semua ini menjadi lebih mudah dilakukan karena telah dijelaskan saat ta’aruf. Namun harus diingat, menikah itu bukan untuk merubah pasangan lho, namun juga lantas bukan bersikap seolah-olah belum menikah. Perubahan sikap dan kepribadian dalam tingkat tertentu wajar aja-kan? Dan juga hendaknya perubahan yang terjadi adalah natural, tidak saling memaksa.

4. Ketakwaan Calon Pasangan
Apa yang terpenting pada saat ta’aruf? Yang mestinya menduduki prioritas tertinggi adalah bagaimana nilai ketakwaan lelaki tersebut. Ketakwaan disini adalah ketaatan kepada Allah SWT lho, bukan nilai ‘KETAKutan WAlimahAN’ :D
Karena apabila seorang lelaki senang, ia akan menghormati istrinya, dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak suka berbuat zalim kepadanya. Gimana dong caranya untuk melihat lelaki itu bertakwa atau tidak? Tanyakan kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya, misalnya kerabat dekat, tetangga dekat, atau sahabatnya tentang ketaatannya menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan Islam dengan benar. Misalnya tentang sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, atau pula gimana sikapnya kepada tetangga atau orang yang lebih tua, dan lain-lain. Apalagi bila lelaki itu juga rajin melakukan ibadah sunnah, wah… yang begini ini nih, ‘calon suami kesayangan Allah dan mertua.’

Inget lho, ta’aruf hanyalah proses mengenal, belum ada ikatan untuk kelak pasti akan menikah, kecuali kalau sudah masuk proses yang namanya khitbah. Nah kadang jadi ‘penyakit’ nih, karena alasan “Kan masih mau ta’aruf dulu…” lalu ta’rufnya buanyak buanget, sana-sini
dita’arufin. Abis itu jadi bingung sendiri, “Yang mana ya yang mau diajak nikah, kok sana-sini ada kurangnya?”

Wah…, kalo nyari yang mulia seperti Khadijah, setaqwa Aisyah atau setabah Fatimah Az-Zahra, pertanyaannya apakah diri ini pun sesempurna Rasulullah SAW atau sesholeh Ali bin Abi Thalib r.a.? Nah lho…!!!

Apabila hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib, dan segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah kata-kata bijak, ‘jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan?’

Ditulis oleh : Abu Aufa'

sumber : http://zekrup.blogsome.com

Kenapa Amalan di Terima ?

“Kalau bukan karena indahnya tutupnya Allah swt, maka tak satu pun amal diterima.”Kenapa demikian? Sebab nafsu manusia senantiasa kontra dengan kebajikan, oleh sebab itu jika mempekerjakan nafsu, haruslah dikekang dari sifat atau karakter aslinya.
Dalam firmanNya: “Siapa yang yang menjaga nafsunya, maka mereka itulah orang-orang yang menang dan bahagia.”(Al-Hasyr 9)

Nafsu, ketika masuk dalam kinerja amaliah, sedangkan nafsu itu dasarnya adalah cacat, maka yang terproduksi nafsu dalam beramal senantiasa cacat pula. Kalau toh dinilai sempurna, nafsu masih terus meminta imbal balik, dan menginginkan tujuan tertentu, sedangkan amal itu inginnya malah ikhlas. Jadi seandainya sebuah amal diterima semata-mata bukan karena amal ansikh, tetapi karena karunia Allah Ta’ala pada hambaNya, bukan karena amalnya.

Abu Abdullah al-Qurasyi ra mengatakan, “Seandainya Allah menuntu ikhlas, maka semua amal mereka sirna. Bila amal mereka sirna, rasa butuhnya kepada Allah Ta’ala semakin bertambah, lalu mereka pun melakukan pembebasan dari segala hal selain Allah swt, apakah berupa kepentingan mereka atau sesuatu yang diinginkan mereka.”

Oleh sebab itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“Anda lebih butuh belas kasihan Allah swt, ketika anda sedang melakukian taat, dibanding rasa butuh belas kasihNya ketika anda melakukan maksiat.” Kebanyakan manusia memohon belas kasihan kepada Allah Ta’ala justru ketika ia menghadapi maksiat, dan merasa aman ketika bisa melakukan taat ubudiyah. Padahal justru yang lebih dibutuhkan manusia adalah Belas Kasih Allah ketika sedang taat. Karena ketika sedang taat, para hamba sangat rawan “taat nafsu”, akhirnya seseorang terjebak dalam ghurur, atau tipudaya dibalik amaliyahnya sendiri.

Rasulullah saw, bersabda:
“Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi dari para NabiNya: “Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang tergolong shiddiqun, jangan sampai mereka tertimpa tipudaya. Sebab Aku, bila menegakkan keadilanKu dan kepastian hukumKu kepada mereka, Aku akan menyiksa mereka, tanpa sedikit pun aku menzalimi mereka. Dan katakanlah kepada hambaKu yang ahli dosa, janganlah mereka berputus asa, sebab tak ada dosa besar bagiKu manakala Aku mengampuninya.”

Bahkan Abu Yazid al-bisthami ra mengatakan: “Taubat dari maksiat bisa sekali selesai, tetapi taubat karena taat bisa seribu kali pertaubatan.”
Mengapa kita harus lebih waspada munculnya dosa dibalik taat? Karena nafsu dibalik maksiat itu jelas arahnya, namun nafsu dibalik taat sangat lembut dan tersembunyi.
Diantara nafsu dibalik taat yang menimbulkan dosa dan hijab antara lain:
1. Mengandalkan amal ibadahnya, lupa kepada Sang Pencipta amal.
2. Bangga atas prestasi amalnya, lupa bahwa yang menggerakkan amal itu bukan dirinya, tetapi Allah swt.
3. Selalu mengungkit ganti rugi, dan banyak tuntutan dibalik amalnya.
4. Mencari keistemewaan amal, hikmah dibalik amal, lupa pada tujuan amalnya.
5. Merasa lebih baik dan lebih hebat dibanding orang yang belum melakukan amaliyah seperti dirinya.
6. Seseorang akan kehilangan kehambaannya, karena merasa paling banyak amalnya.
7. Iblis La’natullah terjebak dalam tipudayanya sendiri, karena merasa paling hebat amal ibadahnya.
8. Menjadi sombong, karena ia berbeda dengan umunya orang.
9. Yang diinginkan adalah karomah-karomah amal.
10. Ketika amalnya diotolak ia merasa amalnya diterima.

Sumber : http://www.sufinews.com

Selasa, 28 September 2010

Ziarah Kubur

Dalam masyarakat kita telah turun menurun adanya tradisi ziarah kubur. Dalam berziarah kubur, biasanya masyarakat/orang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, seperti membersihkan kubur, berdoa, berdzikir, atau membaca (sebagian) Al Quran. Ziarah kubur dilakukan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan bakti kepada orang tua yang sudah meninggal.

Tetapi tidak dipungkiri juga bahwa ada sebagian masyarakat yang melakukan ritual yang bertentangan dengan ajaran islam., memuja arwah nenek moyang, dan sebagainya. Bahkan meminta-minta pada kubur, yang mana ini merupakan suatu praktek kemusyrikan yang nyata.

Dari kedua hal di atas, munculah pertentangan di antara umat islam. Di satu pihak sangat menentang ziarah kubur karena melihat kemusyrikan yang dipraktekkan sebagian masyarakat. Di sisi lain, masyarakat pada umumnya tetap bersikukuh melakukan tradisi ziarah kubur. Dari latar belakang inilah tulisan ini dibuat.

Tulisan ini berusaha mengungkapkan ajaran islam mengenai ziarah kubur, anjuran Nabi SAW, amalan-amalan yang disyariatkan, serta hal-hal yang dilarang dalam ziarah kubur.


Anjuran Rasulullah SAW untuk ziarah kubur.

Menurut keterangan berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, ziarah kubur mula-mula dilarang oleh Rasulullah SAW karena aqidah umat islam waktu itu masih belum kuat. Tetapi kemudian ziarah kubur dianjurkan setelah umat islam kuat keimanannya. Beliau SAW menerangkan manfaat kebaikan yang bisa diambil dari ziarah kubur. Beberapa hadits menerangkan tentang hal ini.

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menziarahi kubur ibunya, maka beliau menangis dan tangis beliau membuat orang-orang yang ada di sekitar beliau ikut menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Aku minta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampun bagi ibuku namun Rabbku tidak mengizinkannya. Dan aku pun minta izin untuk menziarahi kuburan ibuku maka untuk yang ini Rabbku mengizinkannya. Maka ziarahilah kuburan karena ziarah kubur itu akan mengingatkan kepada kematian." (HR. Muslim)

"Aku pernah melarang kalian dari ziarah kubur maka (sekarang) ziarahilah kuburan." (HR. Muslim)

"Siapa yang ingin ziarah kubur maka silahkan ia berziarah, namun jangan kalian mengucapkan hujran."(HR. Nasai)

Hujran atau hujr adalah ucapan-ucapan yang batil atau kata-kata yang keji/ kotor, termasuk juga banyak berbicara yang tidak sepantasnya.

"Sesungguhnya dulu aku melarang kalian dari ziarah kubur. Maka (sekarang) ziarahilah kuburan, karena dalam ziarah kubur ada ibrah/ pelajaran. Namun jangan kalian mengeluarkan ucapan yang membuat Rabb kalian murka." (HR. Ahmad, Al-Hakim)

"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian."(Muslim)

"Agar ziarah kubur itu mengingatkan kalian kepada kebaikan."(Ahmad)

"Karena ziarah kubur itu melembutkan hati dan mengalirkan air mata, serta mengingatkan pada akhirat namun jangan kalian mengucapkan hujran."(Al-Hakim)


Al-Imam Ash-Shan'ani rahimahullahu di dalam kitab Subulus Salam berkata: "Semua hadits ini menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur, menerangkan hikmahnya, dan dilakukannya dalam rangka mengambil pelajaran. Maka bila dalam ziarah kubur tidak tercapai hal ini berarti ziarah itu bukanlah ziarah yang diinginkan secara syar'i."

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam kitabnya Al-Majmu menerangkan: "Ziarah kubur ini awalnya dilarang karena masih dekatnya masa mereka (para shahabat) dengan masa jahiliyah. Sehingga bisa jadi ketika melakukan ziarah kubur, mereka mengucapkan perkataan-perkataan jahiliyah yang batil. Maka ketika kaidah-kaidah Islam telah tegak, kokoh dan mantap, hukum-hukum Islam telah teratur dan terbentang, serta telah masyhur tanda-tandanya, Dianjurkan bagi mereka untuk ziarah kubur.

Melihat kuburan yang sunyi, gelap, timbunan tanah di atasnya akan menggerakkan hati dan jiwa manusia untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Menyaksikan nisan-nisan dapat melembutkan hati, menyebabkan orang melihat kembali cara hidupnya, mengevaluasinya, berpikir mengenai pertanggungjawabannya yang berat dihadapan Allah dan manusia serta terhadap kurangnya amal kebajikan yang telah dibuat.

“Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Al Jumu’ah: 8)

Sepanjang riwayat yang ada, tidak ditemukan ketentuan tentang kapan waktu yang tepat melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur boleh kapan saja. Karena itu, kebiasaan kaum muslim di tanah air yang melakukan ziarah kubur,Pada Hari Jum'at,Akhir sya'ban menjelang Ramadlan,Idul fitri, idul Adha atau waktu-waktu yang lain adalah bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan.


Amalan saat ziarah kubur

Perlu ditekankan di sini bahwa ziarah kubur adalah amalan sunnah, berdasar pada anjuran Rasulullah SAW, demikian juga amalan-amalan yang menyertainya, sehingga Sangat Dianjurkan Sekali.
Jika seseorang hendak berziarah kubur dengan niat ibadah, maka sebagaimana amalan lainnya, haruslah ia menetapi adab-adab beribadah yang seharusnya diikuti dan diamalkan. Di antaranya, orang yang hendak ziarah kubur itu disunahkan berwudlu terlebih dahulu, memakai pakaian yang bersih, sopan dan menutup aurat. Bukankah ia hendak menuju ke tempat umum sehingga harus menutup aurat dan sopan. Mestinya ia juga hendak berdoa, berdzikir dan mengingat Allah, sehingga berwudlu sebelumnya adalah hal yang sangat utama.

Apabila seseorang itu sampai ke tanah pemakaman ( Kuburan ), disunahkan memberi salam kepada ahli kubur terlebih dahulu.

Hadits dari 'Aisyah radhiallahu 'anha tentang doa ziarah kubur yang diajarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada 'Aisyah ketika ia berkata: "Apa yang aku ucapkan bila menziarahi mereka (penghuni kubur) wahai Rasulullah?". Beliau mengajarkan: "Katakanlah: "Salam sejahtera atas penghuni negeri ini dari kalangan mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang belakangan. Insya Allah kami akan menyusul kalian. (HR. Muslim)

Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW lewat di pekuburan Madinah maka dihadapkannya Wajahnya ke sana serta sabdanya: "Salam atasmu wahai penghuni kubur, dan semoga Allah memberi keampunan bagi kami dan bagi kamu, kamu adalah pemula bagi kami, dan kami menjadi pengikut yang menuruti jejakmu". (HR. Turmudzi)


Kemudian adalah hal yang sangat baik jika orang yang ziarah kubur itu membaca (sebagian) Al Quran dan/atau berdzikir kepada Allah SWT. Banyak ulama yang menegaskan bahwa pembacaan Al Qur'an itu dapat sampai kepada arwah orang yang telah meninggal dunia. Berbagai dalil mengungkapkan hal ini.

Dalam fadhilah surah Yaasiin, diterangkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam masnadnya oleh Abu Dawud, An Nasai dan disahkan oleh Ibnu Haban, Rasul SAW bersabda:

"Bacalah Yaa Sin bagi orang2 yang(akan atau telah)wafat diantara kalian(muslimin)"(HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai)

Al Baihaqy dalam "Sya'bul Iman" menjelaskan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mi'qal bin Yassar bahwa Rasul SAW bersabda:

"Barangsiapa membaca Yaa Sin se-mata - mata demi keridhoan Allah, ia memperoleh ampunan atas dosa - dosa nya yang telah lalu.Karena itu hendaklah kalian membacakan Yaa Sin bagi orang yang (akan atau telah) wafat diantara kalian (muslimin)".(HR. Baihaqy)


Dalam fadhilah membaca Al Ikhlas, Abu Muhammad As Samarkandy, Ar Rafi'iy dan Ad Darquthniy, masing-masing menunjuk sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib k.w.bahwa Rasul SAW bersabda:

"Barangsiapa lewat melalui kuburan, kemudian ia membaca "Qul Huwallahu Ahad" sebelas kali dengan niat menghadiahkan pahalanya pada para penghuni kubur, ia sendiri akan memperoleh sebanyak yang diperoleh semua penghuni kubur."

Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW bersabda:

"Barangsiapa yang berziarah di kuburan, kemudian ia membaca 'Al Fatihah', 'Qul Huwallahu Ahad' dan 'Alhakumut takatsur', lalu ia berdoa Ya Allah, kuhadiahkan pahala pembacaan firman-Mu pada kaum Mu'minin dan Mu'minat penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya(pemberi syafaat) pada hari kiamat".

Sabda Nabi SAW lagi:

"Sesungguhnya amal perbuatanmu akan dihadapkan kepada kaum kerabat dan keluargamu yang telah meninggal. Jika baik, mereka akan gembira karenanya, dan jika tidak mereka akan mereka akan memohon: Ya Allah, janganlah mereka diwafatkan sebelum mereka Engkau tunjuki, sebagaimana Engkau telahmenunjuki kami." (HR. Ahmad, Turmudzi dari Anas).

Masih banyak hadits-hadits yanglainya. Hadits hadist tersebut di atas dijadikan dalil oleh para ulama untuk menfatwakan Anjuran membaca Al Quran bagi orang yang telah wafat. Imam Nawawi dalam "Syarhul Muhadzdzib" mengatakan: 'disunnahkan bagi orang yang berziarah ke kekuburan membaca beberapa ayat Al Qur'an dan berdoa untuk penghuni kubur'. Kenyataan ini sebelumnya telah dibenarkan oleh Imam Syafi'i dan disepakati bulat oleh para sahabatnya. Setelah menjelaskan pendapat2 dan fatwa para ulama dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali), Imam Nawawi menyimpulkan bahwa membaca Al Qur'an bagi arwah orang - orang yang telah wafat dilakukan juga oleh kaum Salaf.


Hal-hal yang dilarang saat ziarah kubur

Berikut ini beberapa dalil mengenai hal-hal yang dilarang ketika ziarah kubur dan tentang kubur. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya.

Sangat diharamkan peziarah meminta kebutuhan/ hajat kepada mayat, karena hal ini merupakan syirik akbar.Melainkan Hanya Memohonkan Wasilah Kepada Ahli Kubur saja untuk selanjutnya Disampaikan Hajat kita kepada Allah..Sebagaimana kita Berziarah ke Makam Para Waliyullah .Kita Bukanya Meminta Kepada Kuburan tersebut Tetapi kepada Allah Melalui Perantaraan Washilah Waliyullah Tersebut Karena Hubungan Beliau Dengan Allah Lebih Dekat dibandingkan Hubungan kita Dengan Kita..( karena Waliyullah Adalah Kekasih Allah ).

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An Nisa: 48)

Dilarang menjadikan kuburan sebagai tempat peribadatan.

"Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid atau tempat peribadatan (dalam rangka memperingatkan untuk menjauhi apa yang mereka perbuat)." Berkata Aisyah, "kalau tidak karena itu, akan dibangun kubur Rasulullah saw., tetapi aku takut kubur itu akan dijadikan masjid (tempat peribadatan). (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).

Dari sahabat Jabir, bahwa Rasulullah saw. melarang mengapur kuburan atau mendirikan bangunan lain di atasnya, ataupun membuat tulisan. (HR Muslim, Abu Dawud, Nasai, dan Ahmad).

"Mudah-mudahan Allah memusnahkan orang-orang Yahudi yang menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai masjid (tempat peribadatan)." (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).

Dari sahabat Jabir r.a. bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. melarang duduk-duduk di atas kuburan dan mengapurnya atau membangun di atasnya. (HR Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasai, dan Ahmad).

Dilarang duduk di atas kubur.

"Seseorang lebih baik duduk di atas bara api hingga terbakar bajunya lalu menembus kulitnya daripada duduk di atas kubur." (HR Muslim, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah).

"Janganlah kamu duduk-duduk di atas kubur dan jangan pula salat (menghadap) kepadanya." (HR Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasai, dan Ahmad).

Rasulullah melarang perbuatan meratapi kematian karena perbuatan itu akan menyebabkan mayat disiksa pada hari kiamat kelak. Diriwayatkan daripada Mughirah bin Syu'bah bahawa beliau mendengar Rasulullah bersabda,

"Barangsiapa yang meratapi mayat, maka mayat itu akan disiksa pada hari kiamat." (HR. Muslim).

Diriwayatkan daripada Umar bin al-Khattab bahwa Rasulullah bersabda:

"Mayat Merasa tersiksa dalam kuburnya kerana diratapi" (HR. Muslim)


Kesedihan karena kematian anggota keluarga atau sahabat adalah hal yang wajar, manusiawi. Karena itu, seandainya bersedih pun, maka hal itu wajar dan tidak ada larangan. Di sini harus dibedakan antara meratap dan bersedih. Bahkan Rasulullah SAW sendiripun pernah meneteskan air mata karena kematian para sahabatnya dan kematian putranya.

Ketika air mata Rasulullah SAW menetes menangisi gugurnya para syuhada’ tersebut, Sa’ad bin ‘Ubadah ra bertanya: “Wahai Rasulullah, Anda menangis?” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjawab: “Ini adalah rasa kasih sayang yang Allah Subhannahu wa Ta'ala letakkan di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya hamba-hamba yang dikasihi Allah SWT hanyalah hamba yang memiliki rasa kasih sayang.” (HR. Al-Bukhari).

Ketika air mata Rasulullah SAW menetes disebabkan kematian putra beliau Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf ra bertanya kepada beliau: “Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjawab: “Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah SWT. Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR. Al-Bukhari).

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menziarahi kubur ibunya, maka beliau menangis dan tangis beliau membuat orang-orang yang ada di sekitar beliau ikut menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Aku minta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampun bagi ibuku namun Rabbku tidak mengizinkannya. Dan aku pun minta izin untuk menziarahi kuburan ibuku maka untuk yang ini Rabbku mengizinkannya. Maka ziarahilah kuburan karena ziarah kubur itu akan mengingatkan kepada kematian." (HR. Muslim)

Dilarang Berkata - kata Bathil atau Jelek Di Kuburan ( Hujran )

"Siapa yang ingin ziarah kubur maka silahkan ia berziarah, namun jangan kalian mengucapkan hujran."(HR. Nasai)

Hujran atau hujr adalah ucapan-ucapan yang batil atau kata-kata yang keji/ kotor, termasuk juga banyak berbicara yang tidak sepantasnya.


Kesimpulan

Sesuai dengan anjuran Nabi SAW, ziarah kubur merupakan amalan yang dianjurkan (sunnah), dan terdapat manfaat-manfaat yang dapat diambil darinya. Ziarah kubur tidak terbatas waktunya, dapat dilakukan kapan saja. Namun begitu, adab-adab dan larangan ketika berada di kawasan pekuburan mesti dijaga agar ibadah yang kita lakukan ini tidak dicemari oleh perkara-perkara yang batil. Jika ada perkara-perkara batil yang dilakukan sebagian masyarakat, sudah menjadi kewajiban kita untuk mendakwahinya, sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar.

"Dari Abi Saied Radiallahuanhu ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Barangsiapa di antara kamu yang melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya dan jika ia tidak berkuasa maka dengan lidahnya dan jika ia tidak berkuasa, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman." (HR. Muslim).

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (Ali Imran: 104)

"Dan orang-orang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (At-Taubah: 71)

Seandainya terjadi perkara-perkara yang batil pada tradisi ziarah kubur ini, kita wajib mencegahnya sesuai kemampuan. Tetapi janganlah hanya karena ada (sebagian) orang yang berbuat salah, kita memberikan fatwa bid'ah dan sesat kepada setiap ziarah kubur. Janganlah kita berbuat berlebihan (melampaui batas), sampai melarang (mengharamkan) amalan ziarah kubur. Allah SWT melarang kita berbuat berlebih-lebihan.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Maidah:87)

semoga kita senantiasa menjadikan al-Quran, serta Sunnah Rasulullah SAW sebagai panduan agar kehidupan kita di dunia dan lebih-lebih lagi di akhirat senantiasa dinaungi oleh Rahmat, Ridlo Allah SWT. Amien amien amien ya Allah ya Robbal Alamin

Wallahu A'lam Bishowab.
Wallahu Muwaffiq ila Aqwamith Thariiq

Sumber : http://iskit-room.blogspot.com/2009/09/ziarah-kubur.html

Senin, 27 September 2010

Layang-Layang


Seorang anak sembilan tahun menatapi keelokan layang-layang yang baru saja dibawa sang ayah dari kota. Ukurannya begitu besar, tidak seperti layang-layang temannya. Ada kunciran di sisi kanan dan kiri, dan terdapat ekor yang begitu panjang. Warna-warni kunciran dan ekor layang-layang mengundang keceriaan sang anak.

Setibanya di tanah lapang, sang anak mendampingi ayahnya memainkan layang-layang yang ukurannya lebih besar dari tubuh sang anak. Tiupan angin kencang menerbangkan layang-layang elok ke angkasa. Kunciran dan ekor terus berurai-urai membentuk irama gerak yang begitu indah.

Sesekali, sang anak mencoba berganti posisi dengan sang ayah untuk belajar mengendalikan terbangnya layang-layang. Ia pun berdecak kagum. Matanya berbinar menatapi keelokan layang-layang yang sedang terbang tinggi di angkasa.

“Ayah,” ucap sang anak tiba-tiba. Sang ayah pun menoleh ke arah buah hatinya. “Ayah, andai aku bisa seperti layang-layang. Bisa terbang dengan begitu elok di angkasa sana, sambil memperlihatkan keindahan kepada orang-orang di bawahnya,” tambah sang anak sambil terus menatapi gerak-gerik layang-layang.

Mendengar ucapan itu, sang ayah pun membelai rambut pendek anaknya. “Sebaiknya kamu tidak berandai untuk menjadi layang-layang, anakku!” ucap sang ayah.

“Kenapa, ayah? Kalau saja aku bisa seperti layang-layang, bukankah aku bisa menatap seluruh keadaan di bawah sini,” sergah sang anak penuh tanda tanya.

“Anakku, jangan pernah berandai menjadi layang-layang. Perhatikanlah, walaupun layang-layang berada di tempat yang begitu tinggi, tapi ia tetap di bawah kendali oleh mereka yang di bawah,” jelas sang ayah begitu bijak.
**

Siapa pun kita, dalam optimisme meraih posisi hidup yang lebih baik, tentu ingin selalu berada di tempat yang tinggi. Ingin menjadi leader, sang pemimpin yang disegani, menjadi orang teratas di organisasi, perusahaan, bahkan mungkin negara. Sebuah cita-cita hidup seperti yang diajarkan Alquran, waj’alna lil muttaqina imama, jadikanlah kami sebagai pemimpin orang-orang yang bertakwa.

Namun, berhati-hatilah ketika optimisme meraih posisi tinggi itu tidak sejalan dengan idealisme dan kemampuan diri yang memadai. Karena kita bisa seperti layang-layang. Berada di posisi yang paling tinggi, sementara sang pengendali ada di bawah.

Ia berada di posisi tinggi karena ada ‘tangan-tangan’ di bawah yang membuatnya tinggi. Keelokannya di ketinggian itu hanya permainan sang ’tangan’ dan tiupan angin. (muhammadnuh@eramuslim.com)

sumber : http://www.eramuslim.com/hikmah/tafakur/layang-layang.htm

Menangis Karena Rabbnya


oleh Saiful Islam Mubarak


Hakikat menangis, Rasul SAW juga sebagai tauladan yang mutlak bagi semua umatnya dalam segala segi, termasuk dalam praktek menangis karena Rabbnya.

Beliau terbukti sering menangis baik sedang berada di tempat sepi ataupun di depan orang banyak, baik sewaktu membaca, atau mendengar ayat-ayat al-Qur’an bahkan disebabkan hal lain. Untuk lebih jelas mari kita perhatikan beberapa riwayat di bawah ini:

Menangis sewaktu shalat karena bacaan Al Qur’an

Dari Ibnu Umar RA (hai Aisyah!) beritahu kami tentang apa yang paling mengagumkan dari yang kamu lihat pada Rasulullah SAW, maka ia menangis dan berkata: Semua tingkah lakunya selalu mengagumkan. Pada suatu malam beliau datang kepadaku hingga bersentuhan kulitnya dengan kulitku, kemudian beliau bersabda: Perkenankan aku menyembah Rabbku Azza wa Jalla, maka aku berkata: demi Allah sungguh aku sangat senang engkau berada di dekatku, dan aku juga segan engkau menyembah Rabbmu.

Maka beliau berdiri untuk mengambil air wudlu dalam gariba, dan beliau tidak banyak menggunakan air, kemudian beliau melakukan shalat maka menangis hingga air matanya membasahi jenggotnya, kemudian sujud maka menangis hingga air matanya membasahi lantai, kemudian beliau berbariang dan terus menangis hingga tiba waktu shubuh terdengar suara Bilal.

Aisyah berkata: Bilal berkata: hai Rasulallah apa yang membuat engakau menangis, padahal Allah telah mengampuni semua dosamu baik yang dahulu ataupun yang akhir. Aduhai Bilal! Bagaimana aku tidak menangis sedangkan pada malam ini telah turun kepadaku inna fii khalqissamawat … Kemudian belliau bersabda: sungguh rugi orang yang membacanya tanpa disertai dengan tafakkur. Dengan hadis di atas maka jelaslah bahwa menangis sewaktu shalat karena membaca al-Quran adalah sunah Rasul yang mesti diikuti ummatnya.


Menangis karena mendengar Al-Qur’an dibacakan

Dari Amr bin Murrah, Rasulullah SAW bersabda: Bacakan kepadaku (Al Qur’an)! Apakah patut aku membacakan kepadamu, padahal kepadamu diturunkannya? Beliau bersabda: Aku ingin mendengar dari yang lain. Maka aku bacakan surat al-Nisa hingga sampai bacaan ku pada ayat كيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد beliau bersabda: "tahanlah (berhenti)!"

Ternyata kedua mata mencucurkan air mata. Rasulullah saw tidak saja mudah menangis sewaktu membaca al-Quran, akan tetapi dikala beliau mendengar pun ternyata begitu mudah meneteskan air mata hingga tidak sanggup melanjutkannya.

Menangis karena kondisi lain

Jika ada yang berpandangan bahwa menangis hanya dinilai baik bila sedang sendirian pada waktu sunyi maka sesungguhnya Rasulullah saw suka menangis tidak hanya pada waktu sendirian dan ditempat sunyi. Beliau sebagai hamba yang paling dicintai Allah, ternyata tidak hanya menangis karena membaca al-Qur’an atau mendengarnya di tempat yang sepi pada malam hari akan tetapi beliau terkadang menangis juga di ruang terbuka dan didengar oleh para sahabat, hingga membuat mereka menangis karena terbawa tangisannya.

Dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW ketika kembali dari perang Tabuk dan melakukan umrah dan ketika sammpai di Asfan beliau menyuruh para sahabat untuk menunggu di Aqabah hingga aku (Rasul) datang kepadamu. Maka beliau pergi dan turun menuju kuburan ibunya, maka bermunajat (merintih) kepada Rabbnya demikian lama, kemudian beliau menangis dan semakin menjadi menangisnya, maka merekapun pada menangis karena tangisannya. Dan mereka berkata: Nabi SAW tidak akan menangis di tempat ini kecuali ada yang menimpa ummatnya yang beliau tidak mampu memikulnya.

Ketika mereka semua menangis beliau berdiri dan kembali menghadap kepada mereka seraya bersabda: mengapa kalian menangis? Meraka berkata: hai Nabiyullah kami menangis karena engkau menangis. Kami berkata: boleh jadi ada sesuatu yang menimpa ummatmu yang engkau sanggup menghadapinya. Beliau bersabda: ya itu diantara penyebabnya, tapi juga karena aku turun menuju kuburan maka aku berdo’a kepada Allah mohon diizinkan untuk membersyafaat kepadanya pada hari kiamat, maka Allah menolaknya maka aku mengasihaninya karena dia adalah ibuku maka aku menangis……(alhadits)

Hadits diatas menjelaskan tentang tangisan Rasul yang terdengar oleh para sahabat yang membuat mereka hanyut dalam kesedihan. Artinya para sahabat menangis karena terpangaruh oleh Rasulullah Saw. Dan pada kondisi lain terjadi sebaliknya, yaitu Rasulullah menangis karena mendengar para sahabat menagis, sebagaimana keterangan Abu Hurairah:

Abu Hurairah berkata: ketika turun ayat “afamin haadzal hadiitsi ta’jabuun” Ahi Shuffah berkata: “innaa lillah wainnaa ilaihi raji’un”. Kemudian mereka menangis hingga pipi mereka penuh dengan air mata. Ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka, beliaupun menangis bersama mereka, maka akupun menangis. Maka Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah dan tidak akan masuk surga orang terus menerus ma’siat kepada Allah. Sekiranya kamu tidak berdosa pasti Allah akan mewafatkanmu dan Dia akan mendatangkan satu kaum yang berdosa kemudian mengampuni dan menyayangi mereka. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang"

Dua hadits ini menjelaskan bahwa suasana sangat mendukung untuk mencapai kekhusyuan. Dua peristiwa yang sangat mengagumkan. Pertama gambaran bahwa para sahabat mendengar Rasul menangis maka mereka pun menangis padahal mereka belum mengetahui apa yang membuat Rasul menangis. Pada hadis kedua dapat kita saksikan bahwa para sahabat sangat peka dan sensitif dikala mendengar ayat al-Quran.

Mereka merasa bahwa setiap kali ayat diturunkan maka merekalah yang menjadi sasaran utama. Seolah-olah ayat ini menegur mereka hingga mereka merasa sebagai yang terancam dengan siksa. Abu Hurairah menangis terpengaruh oleh tangisan Rasul, dan Rasul menangis ketika mendengar para sahabat menangis sementara sahabat menangis karena menengar ayat dibacakan kepada mereka.

Karena itu muhasabah bersama sangat diperlukan untuk mendidik dan melatih diri kita agar hati kita menjadi lembut. Mudah-mudahan dengan kedua hadits ini, hamba-hamba Allah yang merasa ragu akan keshahihan muhasabah bersama kiranya dapat menjalin hubungan dan meningkatkan ukhuwwah Islamiyah dengan yang biasa melakukan muhasabah bersama.

Karena hal tersebut sudah jelas bermanfaat untuk silaturrahim antar sesama muslimin muslimat, meski latar belakang mereka berbeda namun dapat berkumpul pada waktu yang sama ditempat yang sama untuk membina diri meraih hakikat takwa kepada Allah SWT. Wallahu 'alam.


Sumber : http://www.eramuslim.com/nasihat-ulama/rasul-menangis-karena-rabbnya.htm





Sabtu, 25 September 2010

Sabar

Sayyidina Ali K.W

  1. Sabar adalah kunci kesenangan.
  2. Sabar adalah benteng dari kefakiran.
  3. Sabar adalah keberanian.
  4. Kesudahan sabar adalah positif dan menyenangkan.
  5. Sabar termasuk salah satu sebab kemenangan.
  6. Sabar adalah kendaraan yang tidak akan menjatuhkan pengendara¬nya.
  7. Menanggung kesombongan kehormatan lebih berat daripada menanggung kesombongan kekayaan, dan kehinaan kefakiran menghalangi seseorang dari kesabaran, sebagaimana kebanggaan kekayaan mencegah seseorang dari berbuat adil.
  8. Menanggung beban adalah kuburan aib.
  9. Sabar ada dua, yaitu: sabar terhadap apa yang engkau benci, dan sabar terhadap apa yang engkau sukai.
  10. Buanglah darimu segala kesusahan yang menimpamu dengan kesabaran yang teguh dan keyakinan yang baik.
  11. Sesungguhnya di antara perbendaharaan kebajikan adalah sabar terhadap segala musibah dan menyembunyikan musibah itu.
  12. Orang yang bersabar pasti akan meraih keberuntungan, meskipun itu diperoleh setelah waktu yang lama.
  13. Bagi setiap bencana pasti ada batas yang berakhir padanya, sedang¬kan obatnya adalah sabar terhadapnya.
  14. Kesabaran yang teguh akan memadamkan api nafsu.
  15. Seandainya kesabaran berbentuk seorang laki-laki, pasti dia adalah seorang laki-laki yang saleh.


Sumber : http://sufinews.com

listen qur'an

Listen to Quran