Jumat, 27 Mei 2011

KISAH NYATA SEORANG PEMUDA YG MENGISLAMKAN PENDETA DAN SELURUH JAMAAHNYA....

Rabu, 22 Februari 2006

Ada seorang pemuda arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya.
...
Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja.

Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk.

Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya.

Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.” Barulah pemuda ini beranjak keluar.

Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, “Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut.

Sang pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menjawabnya dengan tepat.”

Si pemuda tersenyum dan berkata, ”Silahkan!”

Sang pendeta pun mulai bertanya,

1. Sebutkan satu yang tiada duanya,

2. dua yang tiada tiganya,

3. tiga yang tiada empatnya,

4. empat yang tiada limanya,

5. lima yang tiada enamnya,

6. enam yang tiada tujuhnya,

7. tujuh yang tiada delapannya,

8. delapan yang tiada sembilannya,

9. sembilan yang tiada sepuluhnya,

10. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,

11. sebelas yang tiada dua belasnya,

12. dua belas yang tiada tiga belasnya,

13. tiga belas yang tiada empat belasnya.

14. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!

15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?

16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?

17. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?

18. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu!

19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?

20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu?

21. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!

22. Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?”

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah.

Setelah membaca basmalah ia berkata,

1. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.

2. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman,

”Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami).” (Al-Isra’: 12).

3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.

4. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.

5. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.

6. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.

7. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis.

Allah SWT berfirman, “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk: 3).

8. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman.

Allah SWT berfirman,”Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit.

Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqah: 17).

9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa :

tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang dan *

10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan.

Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: 160).

11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf .

12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah,

“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman,

‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’ Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.”(Al-Baqarah:60).

13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.

14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh.

Allah SWT berfirman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.” (At-Takwir: 18).

15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.

16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya,

“Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka,”

tak ada cercaaan terhadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata,

“Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19).

18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.

19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim.

Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’: 69).

20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).

21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya

wanita, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu

sangatlah besar.” (Yusuf: 28).

22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun,

setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari
maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta.

Pemuda ini berkata, “Apakah kunci surga itu?”

Mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil.

Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata, ”Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!”

Pendeta tersebut berkata, ”Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah.

” Mereka menjawab, “Kami akan jamin keselamatan anda.”

Sang pendeta pun berkata, ”Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah.”

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.**

 
* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)

** Kisah nyata ini diambil dari Mausu’ah al-Qishash al-Waqi’ah melalui internet, www.gesah.net

translator   : sri w priambodo

Rabu, 25 Mei 2011

Mengingat Mati, Perlukah? (2 of 2)

Pada tulisan sebelumnya, telas dibahas pentingnya mengingat mati. Lalu, apa langkah selanjutnya agar kita senantiasa mengingat mati?

Persiapan untuk menghadapi sesuatu, tidak dapat sempurna kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati. Sedangkan untuk selalu mengingat, tidak dapat dilakukan kecuali dengan mendengarkan dan memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengannya.

Orang yang tenggelam dalam arus dunia, cinta kepada tipu dayanya dan mencintai kenikmatannya adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian. Bahkan jika diingatkan, ia benci dan menghindar. Mereka adalah orang-orang yang disebutkan dalam firman Allah :

Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu lakukan.” (QS al-Jumu‘ah [62] : 8)

Adapun orang yang bertaubat, ia sering mengingat kematian untuk menumbuhkan rasa takut di dalam hatinya, lalu ia terus menyempurnakan taubat. Ciri-ciri orang ini adalah bahwa ia selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.

Ibnu Umar ra. berkata, “Aku datang menemui Nabi saw. bersama sepuluh orang, lalu salah seorang dari kaum Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,

أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا ِللْمَوْتِ وَأَشَـدُّهُمْ إِسْتِعْدَادًا لَهُ أُولَئِكَ هُمُ اْلأَكْيَاسُ ذَهَبُوْا ِبشَرَفِ الدُّنْيَا وَكَرَامَةِ اْلآخِرَةِ

‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat’. ” (HR Ibnu Majah)

Sebagian kaum bijak menulis surat kepada salah seorang saudaranya, “Wahai Saudaraku, hati-hatilah terhadap kematian di kampung ini (dunia), sebelum engkau kembali ke suatu kampung di mana engkau mengharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.”

Shafiyah ra. bercerita, “Seorang wanita mengadu kepada Aisyah ra. tentang kekerasan hatinya. Lalu Aisyah memberi saran, ‘Perbanyaklah mengingat kematian, niscaya hatimu akan lembut.’ Lalu wanita itu melaksanakan saran Aisyah, sehingga hatinya menjadi lembut. Kemudian ia datang berterima kasih kepada Aisyah.”

“Tidakkah kalian melihat bahwa setiap hari, kalian menyiapkan orang-orang yang pergi kepada Allah? Kalian meletakkannya di dalam lubang kubur dengan berbantalkan tanah. Dia telah meninggalkan orang yang dicintai,” pesan Umar bin Abdul Aziz.

Ibnu Mas‘ud ra. berkata, “Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain.”

Cara untuk selalu mengingat kematian adalah dengan mengosongkan hati dari segala sesuatu, selain mengingat kematian yang ada di hadapannya. Seperti orang yang ingin bepergian untuk keuntungan besar atau mengarungi lautan, sehingga ia hanya memikirkan hal itu. Jika mengingat kematian telah meresap di hatinya, maka pasti akan memengaruhinya.

Salah satu implementasi teknisnya adalah dengan mengingat orang-orang yang kita kenal apalagi dekat dengan kita, namun telah pergi mendahului kita. Kita mengingat kematian mereka dan pembaringan mereka di dalam kubur. Selain itu juga membayangkan wajah-wajah mereka ketika masih memegang berbagai jabatan dan merenungkan bagaimana sekarang tanah kuburan telah menimbun mereka.

Abu Darda’ ra. menuturkan, “Jika engkau mengingat orang-orang yang telah mati, maka anggaplah dirimu sebagai salah seorang di antara mereka.”

Kulihat tubuhku terbujur kaku
Tak ada daya 'tuk berontak
Tak ada kuasa 'tuk berteriak
Kawan, katakan padaku, apa yang terjadi?!

Ziarah kubur juga termasuk hal yang akan mengingatkan kita pada akhirat (termasuk di dalamnya kematian, sebagai pintu menuju akhirat), sebagaimana sabda Nabi saw. :

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ، فَزُوْرُوا الْقُبُوْرَ، فَإِنَّهَا تُزَهِّدُ فىِ الدُّنْياَ، وَتُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ

Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah, karena hal itu akan menjadikan sikap hati-hati di dunia dan akan dapat mengingatkan pada akhirat. (HR Ahmad)

قَدْ كُنْتُ نَهَيْـتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِيْ زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُوْرُوْهَا، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ

Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian menziarahi kuburan, tetapi sekarang Muhammad telah memperoleh ijin untuk menziarahi kuburan ibunya, karena itu berziarahlah kalian; sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat. (HR Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan an-Nasa’i, sedangkan lafazh hadits ini menurut riwayat Tirmidzi)

Namun demikian, tabiat manusia adalah kalau kita sudah sering melihat atau mendengar sesuatu, maka sesuatu itu tidak akan membawa dampak besar. Misal kita sudah sering melihat orang mati, biasanya perasaan kita akan biasa-biasa saja dalam memandang kematian. Jika kita setiap hari bergaul dengan orang sakit, maka nikmat sehat tidak begitu terasa. Bahkan, jika kita melihat kemaksiatan setiap saat, hal itu akan kita anggap wajar, bukan sebuah kesalahan.

Oleh karena itu, sebaiknya kita mencari sendiri teknik yang paling cocok untuk kita. Setiap orang mempunyai kecenderungan dan kebiasaan masing-masing. Setiap orang adalah unik, tidak bisa dipukul rata. Sebuah cara yang berhasil untuk orang lain, bisa jadi tidak mempunyai efek bagi yang lain.

Dalam bait puisinya, Abu Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm al-Andalusi berpesan :

Duhai kau!
Yang suka bermain-main di dunia ini
Ingat! Kehidupan dunia tak kan abadi
Tak cukupkah bagimu segala wejangan
Hingga kauhabiskan waktumu dalam permainan
Negeri yang fana ini segeralah kautinggalkan
Karna kenikmatannya tak lebih dari permainan
Tak ada yang abadi dalam kenikmatan dunia
Semua kan sirna bila waktunya tiba

Dunia ini pinjaman yang harus kaukembalikan
Pesonanya sesaat, fana dan hanya fatamorgana
Yang berakal tak kan terkecoh kilau-kemilaunya
Karna ia tahu ada kehidupan abadi di sana
Orang beriman tak betah di negeri persinggahan
Karna, negeri persinggahan bukanlah tujuan
Dunia tak terpikir, akhiratlah yang jadi pikiran

Kematian tidak perlu ditakuti, karena hakikatnya kita pun pernah mengalaminya, yaitu saat ketiadaan wujud kita di pentas alam raya ini, sebelum kita dilahirkan. Kematian kedualah yang kita bahas di sini, yaitu kematian ketika ruh meninggalkan jasad, menuju alam barzakh, pintu menuju akhirat.

كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَكُنْـتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْياَكُمْج ثُمَّ يُمِيْتـُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ إِلَيْـهِ تُرْجَعُوْنَ

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS al-Baqarah [2] : 28)

Orang-orang durhaka pun mengakui bahwa mereka dihidupkan Allah dua kali dan dimatikan dua kali, sesuai firman-Nya :

قَالُوْا رَبَّنَاۤ أَمَتَّنَا ٱثْنَـتَيْنِ وَأَحْيَـيْتَنَا ٱثْنَـتَيْنِ فَٱعْتَرَفْنَا بِذُنُوْبِنَا فَهَلْ إِلىٰ خُرُوْجٍ مِّنْ سَـبِيْلٍ

Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi) kami untuk keluar (dari neraka)? (QS al-Mu’min [40] : 11)

Allah mematikan kita, agar kita dapat meningkat menuju hidup yang lebih sempurna. Kesempurnaan hidup manusia hanya dapat diraih dengan iman, amal shaleh dan dengan meninggalkan dunia ini.

Ar-Raghib al-Isfahani menulis, “Kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Ia merupakan perpindahan dari tempat ke tempat lain, sehingga dengan demikian ia merupakan kelahiran baru bagi manusia. Manusia dalam kehidupannya di dunia ini, dan dalam kematiannya, mirip dengan keadaan telur dan anak ayam. Kesempurnaan wujud anak ayam adalah menetasnya telur tersebut dan keluarnya anak ayam tadi meninggalkan tempatnya selama di dalam telur. Demikian pula manusia, kesempurnaan hidupnya hanya dapat dicapai melalui perpindahannya dari tempat ia hidup di dunia ini, sehingga—dengan demikian—kematian itu adalah pintu menuju kesempurnaan, kebahagiaan, surga yang abadi.”

Seseorang pernah ditanya tentang kematian, dan dia menjawab dengan penuh optimisme, padahal dia adalah orang awam, bukan intelektual.
“Takutkah Anda akan mati?”
“Ke manakah aku pergi bila aku mati?” dia balik bertanya.
“Kepada Tuhan.”
“Kalau demikian, aku tidak perlu takut, karena aku menyadari bahwa segala sesuatu yang bersumber dari Tuhan adalah baik. Tuhan tidak akan memberikan kecuali yang terbaik.”

Dengan kematian, manusia akan bebas bergerak, tak perlu menempa diri, mengendalikan syahwat, melawan setan, serta tak ada lagi larangan dan perintah. Kematian merupakan hadiah sekaligus penebus dosa bagi umat Rasulullah saw.

تُحْفَةُ الْمُؤْمِنِ الْمَوْتُ
Hadiah bagi seorang mukmin adalah kematian.
(HR Ibnu Abi Dunya, Thabrani dan Hakim)

الْمَوْتُ كَفَّارُةٌ لِكُلِّ مُسْـلِمٍ
Kematian adalah kafarat (penebus dosa) bagi setiap muslim.
(HR Abu Nu‘aim, Baihaqi dan al-Khatib)

Maksud hadits tersebut yaitu, kematian akan menyucikan dosa-dosa kecil setelah seorang muslim menjauhkan diri dari dosa-dosa besar dan menunaikan segala kewajiban.

Ka‘ab berkata, “Siapa mengenal kematian, maka segala penderitaan dan kesusahan dunia menjadi ringan baginya.”

Allah mematikan kita, agar manusia lain dapat merasakan hidupnya. Betapa sempit bumi ini, jika semua yang hidup bertahan hidup. Dan, betapa jenuh kehidupan ini, jika usia berlanjut (tidak pernah mati) tetapi disertai dengan kelemahan, penyakit dan kehilangan harapan. Sungguh kematian adalah nikmat, apalagi jika disadari bahwa ia merupakan pintu menuju kebahagiaan abadi.

Bahkan, setiap hari kita sudah mengenal saudara kematian, yaitu tidur. Allah SWT berfirman :

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain (yang tidur) sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS az-Zumar [39] : 42)

Fakhruddin ar-Razi mengatakan, “Yang pasti adalah, tidur dan mati merupakan dua hal dari jenis yang sama. Hanya saja kematian adalah putusnya hubungan secara sempurna, sedang tidur adalah putusnya hubungan tidak sempurna dilihat dari beberapa segi.” Rasulullah saw. mengajarkan agar kita membaca doa pada saat bangun tidur :

اَلحْـَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ أَحْيـَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْـهِ النُّشُـوْرُ

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami (membangunkan dari tidur) setelah mematikan kami (menidurkan). Dan kepada-Nya jua kebangkitan (kelak).

Seorang filosof Jerman, Schopenhauer berkata, “Mengantuk itu nikmat, tapi lebih nikmat lagi tidur. Sedangkan yang lebih nikmat daripada tidur adalah mati.”

Seorang penyair berkata :

Pernah aku bilang pada jiwa
Namun malah terbang menjadi bayangan pahlawan
Celaka engkau, kenapa tidak memperhatikan
Jika kau mohon sehari saja diundurkan dari ketetapan ajal
Tak akan dipenuhi
Bersabarlah menghadapi maut, bersabarlah
Toh tak seorang pun mampu menggapai keabadian
Pakaian kehidupan itu bukanlah pakaian kekuasaan
Karena bisa diambil dari seorang saudara yang menginginkan

‘Aidh al-Qarni memberi nasihat :

Segeralah bertaubat nasuha
Sebelum datang kematian dan dicabutnya ruh
Jangan meremehkan bentuk dosa
Segala perbuatan itu tergantung kepada akhir
Dan, siapa yang benar-benar suka bertemu dengan Allah
Maka, Allah lebih mencintai orang itu
Dan, sebaliknya orang yang membenci
Allah akan bertanya tentang rahmat-Nya
Baik yang didapat dengan mudah ataupun bersusah-payah

Marilah kita bersama-sama berdoa kepada Allah, Dzat Yang Maha Menghidupkan (Al-Muhyî) dan Yang Maha Mematikan (Al-Mumît).

اللَّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِحُسْنِ الْخَـاتِمَةِ وَنَعُوْذَ بِكَ مِنْ سُوْءِ الْخَـاتِمَةِ

Ya Allah, akhirilah hidup (wafatkanlah) kami dalam keadaan husnul khâtimah. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keadaan sû’ul khâtimah, amin.

Daftar Pustaka :
  • ‘Aidh al-Qarni, Dr, “Sentuhan Spiritual ‘Aidh al-Qarni (Al-Misk wal-‘Anbar fi Khuthabil-Mimbar)”, Penerbit Al Qalam, Cetakan Pertama : Jumadil Akhir 1427 H/Juli 2006
  • Ibnu Hazm al-Andalusi, asy-Syaikh, “Di Bawah Naungan Cinta (Thawqul Hamâmah) – Bagaimana Membangun Puja Puji Cinta Untuk Mengukuhkan Jiwa”, Penerbit Republika, Cetakan V : Maret 2007
  • Manshur Ali Nashif, asy-Syaikh, “Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah saw. (At-Tâju al-Jâmi‘u lil-Islâmi fî Ahâdîtsi ar-Rasûli)”, CV. Sinar Baru, Cetakan pertama : 1993
  • M. Quraish Shihab, Dr, “‘Membumikan’ Al-Qur’an”, Penerbit Mizan, Cetakan XXX : Dzulhijjah 1427H/Januari 2007
  • M. Quraish Shihab, Dr, “Wawasan Al-Qur’an – Tafsir Maudhu‘i atas Pelbagai Persoalan Umat”, Penerbit Mizan, Cetakan XIX : Muharram 1428H/ Februari 2007
  • Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
#Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Sumber  :  http://achmadfaisol.blogspot.com/2008_09_01_archive.htm

Mengingat Mati, Perlukah? (1 of 2)

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masalah bukanlah fokus yang perlu dikuatirkan. Sikap kitalah yang harus diperhatikan. Kualitas kita ditentukan oleh bagaimana kita menyikapi masalah yang terjadi.

Adi W. Gunawan, seorang re-educator dan mind navigator, memberikan contoh yang sangat gamblang tentang sebuah masalah namun menyikapinya secara berbeda.

Jika kita berkendaraan di jalan raya, lalu tiba-tiba ada sopir angkutan umum menyalip dan berhenti agak mendadak demi mendapatkan penumpang, apa reaksi kita?

Kalau kondisi kita sedang bahagia, misalnya kita mendapat hadiah promo dari sebuah produk sebesar Rp 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah), maka kita tidak akan marah. Kita malah akan berkata, “Kasihan sopir itu, demi mengejar uang receh, dia harus banting tulang. Menyetir pun seperti terburu-buru dengan mata selalu awas, barangkali ada penumpang yang akan menambah rejeki. Maklumlah, ekonomi lagi sulit. Ada baiknya saya menyumbangkan sedikit rejeki yang saya dapat buat bang sopir.”

Namun, jika keadaan kita sebaliknya, apalagi sedang ada masalah, pastilah kita akan tersinggung. Kita akan marah bukan kepalang, mengomel tiada henti, kurang golèk–entèk ngapèk (istilah Jawa, artinya kalau kekurangan kata, dicari sampai ke dasar otak. Jika kehabisan kata, ambil dari sana-sini supaya tetap bisa marah).

Begitu pun dengan mengingat mati. Jika kita kurang tepat menyikapinya, maka hidup akan terasa tiada guna. Kita akan menjadi malas, tidak bersemangat, ogah-ogahan, makan terasa duri, minum berasa garam, tidur tak nyenyak dan mengerjakan apa pun seolah tak ada arti.

Sebaliknya, jika pikiran kita positif menerimanya, justru efeknya sangat besar dan kita akan bersemangat.

Mengingat mati membuat kita bertekad melakukan apa pun yang sedang kita kerjakan dengan sebaik-baiknya, karena kita ingin meninggalkan sesuatu yang berharga setelah kematian kita.

Mengingat mati menuntut kita untuk selalu dalam kebaikan, karena kita sadar bahwa kita bisa meninggal sewaktu-waktu

Mengingat mati menjadikan kita bersemangat dalam pelayanan kepada orang lain. Dengan berbuat baik kepada sesama, kita akan tetap hidup dalam kematian kita. Bukankah amal jariyah adalah salah satu hal yang tidak akan terputus, walaupun kita sudah berpulang ke rahmatullah?

Mengingat mati berakibat positif terhadap pola pikir dan perilaku kita. Kita akan senantiasa berpikir positif (husnuzh zhan) karena kita tahu tiada guna berpikir negatif. Kita juga akan selalu santun, anggun serta ramah terhadap sesama.

Mengingat mati akan mendorong kita semakin khusyu‘ dalam beribadah, karena kita tahu bahwa hidup kita tidak lama lagi.

Allah Subhânahû wa Ta‘âlâ berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤئِقَـةُ ٱلْمَوْتِ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.(QS al-‘Ankabût [29] : 57)Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.(QS an-Nisâ’ [4] : 78)Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS al-Munâfiqûn [63] : 11)

Rasulullah Muhammad saw. bersabda :


أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ – يَعْنِي الْمَـوْتَ

Perbanyaklah mengingat penghancur aneka kelezatan—maksudnya mati.(HR Tirmidzi)

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ. فَقَالَتْ عَاِئشَةُ أَوْ بَعْضُ أَزْوَاجِهِ : إِناَّ لَنَكْرَهُ الْمَوْتَ. قاَلَ : لَيْسَ ذَاكِ وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَ الْمَوْتُ بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللهِ وَكَرَمَاتِهِ فَلَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، وَ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ، وَإِنَّ الْكَافِرَ إِذَا حُضِرَ بُشِّرَ بِعَـذَابِ اللهِ وَعُـقُوْبَتِهِ فَلَيْسَ شَيْئٌ أَكْرَهَ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ فَكَرِهَ لِقَاءَ اللهِ، وَكَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ

Siapa cinta berjumpa dengan Allah, maka Allah pun cinta berjumpa dengannya. Dan siapa benci berjumpa dengan Allah, maka Allah juga benci berjumpa dengannya. Aisyah (atau sebagian istri Nabi) berkata, “Sesungguhnya kami tidak suka akan kematian.” Rasul menjawab, “Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang mukmin, ketika ajal menjemput, dia digembirakan dengan keridhaan dan kemuliaan Allah. Maka, tidak ada sesuatu pun yang lebih dicintainya selain yang ada di depannya. Dia cinta bertemu Allah dan Allah cinta bertemu dengannya. Sesungguhnya orang kafir (ketika ajal menjemput), “digembirakan” dengan azab Allah. Maka tidak ada sesuatu pun yang lebih dibencinya selain yang ada di depannya. Dia benci bertemu Allah dan Allah benci bertemu dengannya.”(HR Bukhari)
Orang yang kematian menjadi kepastiannya, tanah menjadi tempat pembaringannya, ulat tanah menjadi temannya, Munkar dan Nakir menjadi tamunya, kuburan menjadi tempat tinggalnya, perut bumi menjadi tempat menetapnya, Kiamat menjadi penantiannya, surga atau neraka menjadi tempat kembalinya, sepatutnya tidak memikirkan kecuali tentang kematian.

Orang ini sepantasnya tidak mengingat kecuali kepada kematian, tidak merencanakan kecuali untuknya, tidak berambisi kecuali kepadanya, tidak melakukan pendakian kecuali di atasnya, tidak punya perhatian kecuali kepadanya, tidak mengumpulkan daya kecuali untuk menghadapinya dan tidak menantikan kecuali kedatangannya.

Semestinya ia menganggap dirinya termasuk orang-orang yang sudah mati dan menjadi penghuni kubur, karena segala sesuatu yang akan datang adalah dekat, sedangkan yang jauh adalah sesuatu yang sudah lewat tidak datang sama sekali.

Secara filosofis, “tadi”, “kemarin” atau waktu yang telah berlalu adalah sesuatu yang sangat jauh, karena kita tidak mampu untuk mencapainya (kembali padanya). Sedangkan “esok”, “lusa”, “bulan depan”, “tahun depan”, “sewindu lagi” atau hal-hal yang akan datang merupakan sesuatu yang sangat dekat, karena keniscayaan bagi kita untuk menujunya.

Rasulullah saw. mengingatkan kita,

اَلْكَيْسُ مَنْ دَانَ نَفْسَـهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ

Orang cerdas adalah orang yang (senantiasa) mengintrospeksi dirinya (bermuhâsabah) dan beramal untuk (kehidupan) setelah kematian.”(HR Tirmidzi)


Daftar Pustaka :
  • Adi W. Gunawan, “Kesalahan Fatal dalam Mengejar Impian”, PT Gramedia Pustaka Utama, 2006
  • Muhammad Ali asy-Syafi‘i asy-Syinwani, asy-Syaikh, “Syarah Abî Jamrah”
  • Sa‘id Hawwa, asy-Syaikh, “Kajian Lengkap Penyucian Jiwa “Tazkiyatun Nafs” (Al-Mustakhlash fi Tazkiyatil Anfus) – Intisari Ihya ‘Ulumuddin”, Pena Pundi Aksara, Cetakan IV : November 2006
  • Sumardi, “Metafisika Akhirat – Tafsir Tematik Ayat-Ayat Akhirat Dalam Al-Qur’an dengan Pendekatan Kefilsafatan”, Makalah, Badan Penerbitan Pesantren Ulumul Qur’an Surabaya, 2007
Tulisan ini berlanjut ke : "Mengingat Mati, Perlukah? (2 of 2)" #Semoga Allah menyatukan dan melembutkan hati semua umat Islam, amin...#

Sumber   : http://achmadfaisol.blogspot.com/2008_09_01_archive.htm

Memindahkan Hati Ke Akhirat

“Barangsiapa mengharapkan akhirat, kemudian berusaha untuk mendapatkannya sedang ia seorang Mukmin, maka usahanya akan diganjar.” (QS. al-Israa’:19)


Kita ini dalam perjalanan pulang. Pulang ke kampung Akherat. Tapi orang-orang bodoh, mereka bekerja mati-matian untuk bekal dunia. Orang-orang seperti itu, adalah orang-orang yang tertipu. Dan lebih bodoh lagi kalau ada orang yang mau berjihad fii sabilillah tujuannya dunia. Ngeri orang seperti itu. Akibat sikap orang-orang seperti ini, akhirnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam giginya patah dalam perang Uhud.

Pemanah-pemanah dalam perang Uhud itu turun rebutan ghonimah. Minhum man yuriidu dunya minhum man yuriidu akhiroh. Para perindu akhirat inilah yang menjadi perisai-perisai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang menghendaki akhirat pada waktu itu, adalah Anas bin Nadhr. Yang ketika dia mati, di dadanya terdapat lebih dari tujuh puluh lubang antara luka pedang tombak dan panah.

Ibnul Qoyyim al Jauziyah mengatakan, “Kalau hati ini sehat dari penyakit ini, maka hati kita ini akan pindah ke akhirat.” Jasadnya saja di dunia. Itulah orang yang akalnya sehat. Dia sadar bahwa dia sekarang sedang berjalan ke akherat. Dia tamak sekali menumpuk kekayaan untuk akherat. Seperti tamaknya ahli dunia menumpuk harta kekayaan di dunia. Sebagaimana ‘Aisyah rodliyallahu ‘anha. Beliau itu menabung, sampai mendapatkan seratus ribu dirham dan dia punya daftar nama-nama orang yang hendak dibagi-bagi. Tatkala beliau mendapat seratus ribu dirham itu, senangnya bukan main. Senang bukan karena tamak dengan dunia, tapi tamak dengan akherat. Target nama-nama yang beliau kumpulkan terpenuhi. Kakaknya Asma’, ibunya

Abdullah bin Zubair lain lagi. Beliau tidak mau menabung sebagaimana ‘Aisyah radliyallahu ‘anha. Pokoknya harta yang didapatkan hari itu, habis ‘Isya harus habis. Semuanya disedekahkan sebelum tidur, besoknya mencari yang baru. Besok pagi adalah urusan besok pagi. Sikap Asma’ ini sama nilainya dengan ‘Aisyah.

Benar kata Ibnul Qoyyim al Jauziyah ini, kalau hati kita sehat akan berpindah ke akherat. Pindah dari barang-barang kecil di dunia ini kepada sesuatu yang tinggi. Dan mulai di akherat. Bagaimana caranya agar hati kita pindah dari dunia ke akherat? Kalau kita berkumpul hanya membicarakan masalah dunia, meetingnya hanya masalah dunia dan tak pernah ngaji, tidak pernah membicarakan halal haram, maka hati kita akan semakin mendalam terhadap dunia. Maka hati akan menjadi sakit.

Seorang ‘Alim berkata: “Kasihan ahlu dunia, keluar dari dunia tidak pernah merasakan sesuatu yang paling nikmat di dunia.” Sebagian orang bertanya, “Apa sesuatu yang paling nikmat di dunia itu?” Berkata, “Mahabatullah.” Merasa tenang tatkala berinteraksi dengan Allah, rindu segera bertemu dengan Allah, dan merasa nikmat tatkala dzikir kepada-Nya dan melaksanakan ketaatan-Nya.

Berikutnya, ciri orang-orang yang merasakan sesuatu yang paling nikmat di dunia adalah merasa nikmat tatkala berinteraksi dengan Allah. Dia merasa nikmat tatkala bangun jam dua malam melaksanakan qiyamul lail. Merasa tentram dan tenang. Kemudian rindu ingin segera bertemu dengannya. Alkisah, para mujahidin Arab, sebagian dari Yaman, Syiria, Qathar, dan Saudi, yang tadinya ikut jihad di Afghanistan, merasa sedih karena di jihad di Afghanistan usai. Mereka merasa sedih dan seakan tak punya harapan lagi untuk meraih manisnya mati syahid. Seperti pedagang pasar yang pasarnya sepi. Mereka berkata, “Kalau jihad sudah tak ada bagaimana nasib kita ini?” Jadi mereka sedih karena jihad sudah usai. Jadi akhirnya mereka pulang ke negerinya masing-masing di jazirah Arab.

Kemudian mereka mendengar ada tragedi pembantaian umat Islam di Bosnia. Mereka mendengar bahwa di Bosnia ada jihad. Mereka merasa senang sekali pergi ke sana. Mereka berbondong-bondong datang dari berbagai penjuru dunia. Senangnya mereka itu seperti senangnya ahlu dunia mengejar pasar. Kenapa mereka bisa seperti itu, karena rindunya akan segera bertemu dengan Allah sudah tak tertahankan.

Orang-orang yang hatinya telah pindah ke akherat, mereka merasa nikmat dengan ketaatan yang ia laksanakan. Kenikmatan yang besar karena ia selalu ingat Allah, merasa diawasi oleh-Nya. Orang-orang seperti inilah yang patut mengatakan, “Kasihan ahlu dunia. Mereka tidak bisa merasakan sesuatu yang paling nikmat di dunia. Cita-citanya sangat dangkal!”

Kepada para perindu akherat lah kita seharusnya ‘mendongak’ dan iri dengan watak mereka.

http://arrahmah.com

Dahsyatnya Proses Sakaratul Maut

“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”. (Imam Ghozali mengutip atsar Al-Hasan).

 
Datangnya Kematian Menurut Al Qur’an :
 
1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian.

Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
 
2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini.

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:7 8)
 
3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar.

Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS al-Jumu’ah, 62: 8)
 
4. Kematian datang secara tiba-tiba.

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS, Luqman 31:34)
 
5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat

Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)

Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut
Sabda Rasulullah SAW : “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi)
Sabda Rasulullah SAW : “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari)

Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW .
Ka’b al-Ahbar berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.
Imam Ghozali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.

Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”

Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.

Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a’lam bis shawab.
 
Sakaratul Maut Orang-orang Zhalim
Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.

Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.

Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS Al-An’am 6:93)

(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); “Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun”. (Malaikat menjawab): “Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan”. Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS, An-Nahl, 16 : 28-29)

Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! “ Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.

Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”.
Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu bila min dzalik!
 
Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa

Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab: “(Allah telah menurunkan) kebaikan”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)

Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya.
Allahumma Amin..

Sumber   :  http://arrahmah.com

Rahasia Infak dan Sedekah dalam Al-Qur’an

Tulisan ini disarikan dari kitab Zakat Mal
Penulis: Allamah Muhammad Taqi Al-Mudarrisi.

Infak di jalan Allah merupakan buah dari keimanan kepada Allah swt dan menjadi tanda keyakinan pada-Nya. Dialah yang memberi kehidupan dan kekayaan, kemampuan dan bimbingan.
Pribadi seorang muslim akan menjadi istimewa karena kedermawanannya. Yang dalam mendermakan hartanya bukan untuk mencari popularitas atau riya’, tetapi karena Allah dan didorong oleh potensinya yang telah dikaruniakan oleh-Nya.

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali dibicarakan tentang infak dan sedekah. Tujuannya adalah untuk kemaslahatan sosial. Al-Qur’an banyak membicarakan tentang pentingnya infak dan sedekah. Dari penjelasan-penjelasannya menunjukkan bahwa infak merupakan manifestasi keimanan kepada Allah swt dan hari Akhir.

IKHLAS DALAM BERINFAK
Allah swt yang memberi kehidupan dan kenikmatan, dan Dialah menyuruh kita mengeluarkan sebagian rizki yang telah Dia karuniakan kepada kita. Dia berjanji akan menggantinya dengan berlipat-ganda. Dia berjanji tidak akan menyia-nyiakan infak dan sedekah. Dia mengumpamakan seperti sebutir bibit yang ditanam di lahan yang subur dan selalu tumbuh. Bahkan dari bibit itu juga yang secara berulang-ulang tumbuh dan kita makan.

Dari sebutir bibit yang kita tanam di lahan yang subur, akan selalu tumbuh sehingga menjadi ratusan bibit. Itulah ciptaan Allah swt, dan itulah yang diambil dari harta kita dengan kadar tertentu kemudian kita infakkan di jalan-Nya dan kita sedekahkan kepada hamba-hamba-Nya, lalu Dia melipat-gandakan hasilnya bagi kita. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:
Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir bibit yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa saja yang 
 Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya dan Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)

Berinfak di jalan Allah swt yang kita harapkan buahnya di dunia dan akhirat, tidak menutup kemungkinan buahnya rusak dan busuk jika kita tidak memeliharanya dari berbagai penyakit dan hama. Tentu seorang mukmin akan selalu memelihara bibitnya agar subur dan berbuah, ia tidak akan mengikuti infaknya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan menyakiti perasaan penerimanya, tidak untuk mencari popuparitas dan kekuasaan, tidak merasa lebih tinggi dari orang yang fakir, tidak memaksa orang lain tanpa landasan yang hak, dan tidak mengambil jarak dengan orang-orang fakir. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt:

Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti ( perasaan penerimanya ), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan dan mereka tidak bersedih hati. (Al-Baqarah: 262)

Selanjutnya Allah swt mempertegas syarat dalam berinfak. Yaitu harus mewaspadai bahaya sifat “Ammarah bis-su’” dan potensi syaithaniyah dalam berinfak. Allah swt berfirman:

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 263)

Sekiranya orang kaya tidak memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang fakir, tetapi ia bisa menyatu dalam suatu majlis, menjadi satu-kesatuan, menganggap saudara, dan tidak ingin menguasai mereka. Bahkan ketika mereka berbuat kejelekan ia bersabar dan memaafkan, sikap ini lebih utama di sisi Allah ketimbang memberikan hartanya dengan tujuan menguasai mereka, merendahkan kehormatan mereka, menjadikan kelas rendahan, dan melukai perasaan mereka.

Selanjutnya Al-Qur’an menasehati kaum mukminin sekaligus mengingatkan mereka bahwa sedekah mereka bisa menguap bahkan terbakar, jika dalam bersedekah mereka ingin menguasai orang-orang fakir-miskin. Bahkan sedekah mereka tidak akan menjadi penyebab pertumbuhan hartanya, dan juga tidak akan membuahkan rahmat Allah di akhirat.

Bagaimana pandangan kita tentang orang yang menghanguskan amal kebajikannya? Ini seperti seorang petani yang mengumpulkan tanah sedikit demi sedikit di areal pegunungan, ia berharap dengan tanah itu tanamannya subur, tetapi kemudian turun hujan yang lebat sehingga tumpukan tanah yang subur itu hilang terkikis air hujan. 

Demikianlah perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dengan ingin menguasai seperti ladang yang tandus. Inilah kandungan makna firman Allah swt:

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerimanya), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 264)

Adapun orang-orang mukmin yang tulus-ikhlas karena Allah dalam menginfakkan hartanya, mereka akan memperoleh tiga manfaat:
1. Ridha Allah,
2. pensucian jiwa dan bimbingan takwa dan karunia,
3. pertumbuhan harta dan pahala yang besar di dunia dan akhirat.

Allah swt berfirman:
Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya karena mencari keredhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiramnya, maka hujan gerimis (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (Al-Baqarah: 265)

Allah swt mengumpamakan keinginan sia-sia yang akan menimpa manusia pada hari ia membutuhkan pembalasan. Keinginan yang sia-sia karena amal-amal kebajikannya telah terhapus. Allah mengungkapkan bahwa kenikmatan popularitas dan kekuasaan yang diinginkan dalam amalnya lalu diikuti dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan menyakiti hati penerimanya, sikap inilah yang menghapus kebaikan amalnya seperti debu yang dihempas oleh angin. Allah swt berfirman:

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; yang dalam kebun itu ada segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tuanya sedang ia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, maka terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (Al-Baqarah: 266)

BERINFAK DENGAN HARTA YANG BAIK
Allah swt menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, berinfaklah sebagian yang baik-baik dari hasil usahamu dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menginfakkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya. Ketahuilah, Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)

Jika hendak berinfak, maka pilihlah apa yang paling utama dari yang kita miliki. Yang baik dalam memperolehnya, yang menguras pikiran dan tenaga seperti harta dan bangunan, atau yang tidak menguras tenaga dan pikiran seperti hasil perkebunan dan pertanian. Wal-hasil, kita harus memilih yang paling utama dari apa yang kita miliki untuk kita persembahkan kepada Allah swt. Janganlah kita memilih yang bernoda atau busuk untuk diinfakkan di jalan Allah swt.

Cobalah kita renungkan! Sekiranya yang terjadi sebaliknya, kita yang fakir. Apakah kita mau menerima pemberian yang bernoda atau buah-buahan yang busuk? Sementara kita semua butuh kepada Allah swt. “Antumul fuqarâu ilallâh” (kalian yang butuh kepada Allah)

PENGARUH INFAK TERHADAP PERTUMBUHAN HARTA
Al-Qur’an mengingatkan kita agar tidak menjawab seruan setan, seruan yang dihembuskan dari dalam diri kita dengan seruan: Janganlah kalian mengeluarkan infak agar kalian tidak menjadi orang-orang yang miskin.
Setan menjanjikan kamu dengan kefakiran dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan dan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas kurnianya lagi Maha Mengetahui. 
 Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi kebajikan yang banyak. Dan Tidak akan merenunginya kecuali ulul albab (orang-orang yang mampu mengambil pelajaran). (Al-Baqarah 268-269)

Hendaknya kita menyadari bahwa infak dapat mengefektifkan peredaran uang dan harta di antara manusia, dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Yang akhirnya semua dapat merasakan manfaatnya. Karena itu Allah menyuruh kita berinfak, dan memanggil kita pada yang lebih utama. Sementara setan menakut-nakti kita dengan kefakiran dan kemiskinan, agar kita menahan harta kita dan enggan berinfak, menyebarkan permusuhan, menumbuhkan perbuatan keji dan kikir. Jika demikian, bukankah infak adalah sesuatu yang paling utama, sehingga tersebarlah cinta dan kasih sayang menggantikan kedengkian dan kebencian di antara manusia.

MENAHAN INFAK
Allah Maha Mengetahui siapa yang menahanan infak. Dia juga yang melipatpandakan harta kekayaan melalui infak, bukan manusia. Allah swt berfirman:

 Apa saja yang kamu infakkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolong pun baginya. (Al-Baqarah: 270)

Ayat ini menjelaskan tentang hal menahan infak. Selama harta itu diinfakkan di jalan Allah bukan untuk tujuan menguasai manusia, itu baik walaupun diketahui oleh manusia, itu tidak membahayakan. Tetapi, jika berinfak secara terang-terangan agar terhindar dari perangkap-perangkap hawa nafsu dan bisikan setan, maka lebih utama infak itu ditahan dulu sampai kondisinya lebih memungkinkan.

Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik. Jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah: 271)

Karena yang semestinya infak itu dikeluarkan di jalan Allah, maka pemimpin Islam atau ulama tidak lain hanya sebagai penghimpun infak untuk disalururkan kepada yang berhak. Tidak lebih dari itu, ia tidak bertanggung jawab terhadap infak orang-orang kaya, ia hanya bertanggung jawab terhadap amal perbuatan mereka, karena infak manfaat dan mudharratnya mengenai langsung pada diri mereka. Allah swt berfirman:

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk pada siapa yang dikehendaki-Nya. Apa aja harta yang baik yang kamu infakkan, maka itu untuk dirimu. 
 Janganlah kamu berinfak kecuali karena mencari keredhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, pasti kamu akan ada pembalasannya yang cukup, dan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya, tidak dirugikan. (Al-Baqarah: 272)

PENDISTRIBUSIAN INFAK
Masih ada pertanyaan: Kemana kita harus mengeluarkan infak? Dan kepada siapa?
Al-Qur’an yang menjawab pertanyaan ini:

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat dalam perjuangan di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena mereka menjaga diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 273)

Sebagai penutup, kita dilarang menyia-nyiakan harta dan waktu untuk tidak berinfak di jalan Allah, bahkan sangat dianjurkan berinfak kapan saja ada kesempatan di masyarakat:

Orang-orang yang menginfakkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak juga mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)

Sumber    : http://syamsuri149.wordpress.com

Sabtu, 21 Mei 2011

Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru ini ditemukan oleh manusia.

Sebagai contoh ayat di bawah:
 “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]

Saat itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu. Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang dan teori ilmiyah lainnya menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)

Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)

Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Menurut Stephen Hawkings dengan teori Big Bang, sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Teori lain seperti Inflationary juga berpendapat jagad raya terus berkembang. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.

Gunung yang Bergerak

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]

14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.

Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.

Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)

Tidak dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)

Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia

“Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an, 30:1-4)

Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar, Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium. Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel. Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia, Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)

Diselamatkannya Jasad Fir’aun

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92]
Foto Fir'aun Ramses 2 
Maurice Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi Ramses II Dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat tinggi pada tubuhnya.  Dia baru kemudian menemukan jawabannya di Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.
Injil & Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.

Perhatikan bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817. Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).

Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan
Al Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan.

“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]

Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. 

Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat.”

Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.

Tulisan di atas hanyalah sebagian kecil dari keajaiban Al Qur’an yang ada dan ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Bagi yang ingin tahu lebih banyak silahkan baca buku referensi di bawah.
Jelas Al Qur’an itu benar dan tak ada keraguan di dalamnya.

”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]

Jika agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan di dalamnya:

”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” [An Nisaa’:82]

Al Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal jutaan manusia (Hafidz/penghafal Al Qur’an) sehingga keaslian/kesuciannya selalu terjaga.
.
Sumber:
Harun Yaya
Mukjizat Al Qur’an, Prof. Dr. Quraisy Syihab
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille
Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta
http://harry.sufehmi.com/archives/2006-06-15-1181/

Sumber   : http://media-islam.or.id

Penyakit Hati dan Penangkalnya

Setiap manusia tentu memiliki hati. Hati inilah yang mempengaruhi tabiat dan sifat seseorang. Apabila hati ini baik, maka manusia tersebut akan memiliki sifat yang terpuji. Namun jika hati yang dimiliki seorang manusia telah penuh dengan niat jahat, dapat dipastikan bahwa tingkah laku orang tersebut tidak akan jauh dari tindakan yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad saw:
“Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati.” (HR. Bukhori)
Perubahan sifat yang ada dalam hati ini terjadi dengan sangat cepat. Semua itu terjadi semata karena kekuasaan yang dimilii Allah SWT. Dia-lah yang membolak-balikkan hati manusia sesuai dengan kehendak-Nya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut:
“Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya berubah.”(HR. Ahmad)
“Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim)
“Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara dua jari-jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah menurut kehendak-Nya.” (HR. Muslim)
“Ya Alloh, Dzat yang membolak-balikkan hati, condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.” (HR. Muslim)
Meskipun demikian, kita harus terus berupaya untuk menjaga hati kita agar tidak terkena penyakit hati, yang menyebabkab kita tersesat dari jalan yang diridhoi Allah SWT. Begitu banyak penyakit yang dapat hinggap dalam hati kita, baik kita sadari maupun tidak.
Penyakit-penyakit hati tersebut dapat diketahui dengan melihat perilaku yang ditampilkan oleh seseorang dalam kesehariannya. Perilaku yang mencerminkan rusak dan sakitnya hati seseorang  diantaranya adalah:
1.    Melakukan kedurhakaan dan dosa
Di antara manusia ada yang melakukan kedurhakaan terus-menerus dalam satu jenis perbuatan. Ada pula yang melakukan dalam beberapa jenis bahkan semuanya dilakukan dengan terang-terangan, padahal Rosululloh bersabda:
“Setiap umatku akan terampuni kecuali mereka yang melakukan kedurhakaan secara terang- terangan.” (HR. Bukhori)
2.    Merasakan kekerasan dan kekakuan hati
Keras dan kakunya hati seseorang membuat orang itu tidak memiliki sensitifitas terhadap masalah-masalah yang menimpa saudaranya sesame muslim. Hal ini karena ia tidak akan mampu dipengaruhi oleh apapun juga, dan hanya akan bertumpu pada keinginan pribadinya.
3.    Tidak tekun beribadah
Ketekunan dalam beribadah merupakan sesuatu hal yang wajib kita laksanakan. Dalam beribadah kita harus benar-benar memperhatikan dengan seksama setiap gerakan dan ucapan/bacaan serta doa. Sedangkan orang yang hatinya mulai diliputi oleh “penyakit” tidak akan mampu tekun dan memperhatikan apa yang dilakukannya dalam beriadah.
4.    Malas dalam ketaatan dan ibadah
Kalaupun ia beribadah, maka ibadah tersebut hanyalah sekedar rutinitas belaka, dan “kosong”. Masuk dalam kategori ini ialah perbuatan–perbuatan yang tidak dilakukan dengan mempedulikan nilai dari perbuatan tersebut atau meremehkan waktu-waktu yang tepat untuk melakukannya. Misalnya, melakukan sholat-sholat di akhir waktu, atau menunda-nunda haji padahal sudah ada kemampuan untuk melaksanakan.
5.    Perasaan gelisah dan resah karena masalah yang dihadapi
6.    Tidak tersentuh kandungan ayat-ayat suci Al Qur’an
7.    Lalai dalam dzikir dan doa
8.    Lalai dalam amar ma’ruf nahi munkar
Bara ghiroh dalam hati telah padam, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, tidak pula mencegah dari yang mungkar. Pada puncaknya, dia tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengetahui yang mungkar. Segala urusan dianggap sama
9.    Gila kehormatan dan popularitas
Termasuk di dalamnya, gila terhadap kedudukan ingin tampil sebagai pemimpin yang menonjol dan tidak dibarengi dengan kemampuan yang semestinya.
“Sesunguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemiminan dan hal ini akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Bukhori)
10.    Bakhil dan kikir atas hartanya
Allah SWT memuji orang-orang Anshor dengan firman-Nya:
“… dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr [59]: 9)
Rosulullah saw bahkan bersabda :
“Tidaklah berkumpul pada hati seorang hamba selama-lamanya sifat kikir dan keimanan.” (HR. Nasai)
11.    Mengakui apa-apa yang tidak dilakukannya
Padahal penyakit ini yang menjadikan binasanya umat terdahulu. Alloh berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shof : 2–3)
12.    Bersenang-senang diatas penderitaan umat muslim
13.    Hanya pandai menilai kadar dosa yang dilakukan dan tidak melihat pada siapa dosa itu dilakukannya
14.    Tidak peduli pada penderitaan sesama muslim
15.    Mudah memutuskan tali silaturahmi/persaudaraan
16.    Senang berbantah-bantahan yang mneyebabkan hatinya keras dan kaku
17.    Sibuk dalam urusan dunia semata
18.    Suka berlebih-lebihan
Penyembuhan
Perilaku tersebut diatas dapat dijadikan indikator awal akan adanya penyakit pada hati seseorang. Meskipun demikian, kita dapat menyembuhkan hati yang sakit tersebut dengan beberapa cara. Hal ini untuk mempertahankan keimanan yang ada dalam hati kita.
Rosulullah saw menggambarkan dalam salah satu sabda Beliau bahwa keimanan seorang hamba diibaratkan sebagai pakaian yang dibutuhkan untuk diperbaharui setiap saat. Beliau saw juga menggambarkan keimanan ibarat menatap bulan, terkadang bercahaya terkadang gelap, manakala bulan tersebut tertutup oleh awan maka hilanglah sinar dari rembulan tersebut, ketika gumpalan-gumpalan awan menghilang maka nampak kembali cahaya bulan tersebut.
Juga sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw :
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhari)
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang muslim sebagai upaya penyembuhan penyakit hati yang dideritanya:
1.    Membaca dan menyimak Al Qur’an
Allah SWT telah memastikan bahwa al-Qur’an adalah penawar dari penyakit, penerang dan cahaya bagi hamba Allah yang dikehendaki-Nya. Firman Allah SWT :
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman….” (QS. al-Isra’ : 82)
2.    Merasakan keagungan Allah SWT
Banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengungkap tentang keagungan Alloh. Jika seorang muslim memperhatikan nash-nash tersebut, niscaya akan bergetar hatinya dan jiwanya akan tunduk kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui sebagaimana firman Allah :
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. al-An’am: 59)
3.    Mencari dan mempelajari ilmu agama
Yaitu ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Allah SWT dan menambah nilai keimanannya. Tidak akan sama keadaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.
4.    Banyak berdzikir
Dengan berdzikir kepada Allah SWT keimanan bertambah, rohmat Allah datang, hati tenteram, para malaikat datang mengelilingi mereka, dosa-dosa terampuni. Rosulullah saw bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, andaikata kamu tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam berdzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas tempat tidurmu dan tatkala dalam perjalanan.” (HR. Muslim)
5.    Memperbanyak amal sholeh
Banyak hal yang dapat digunakan sebagai lading amal sholeh bagi kita. Sedangkan bentuk dan cara memperbanyak amal sholeh diantaranya adalah:
• Sesegera mungkin melaksanakan amal sholih
• Melaksanakan amal sholih secara terus-menerus
• Tidak gampang bosan dan capai dalam melaksanakannya
• Mengulang beberapa amal sholih yang terlupakan
• Senantiasa berharap apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT
6.    Rajin melakukan ibadah
Di antara rahmat Allah SWT ialah dengan diberikan-Nya beberapa macam peribadatan, sebagiannya berbentuk fisik seperti sholat, sebagiannya berbentuk materi seperti zakat, sebagiannya berbentuk lisan seperti dzikir dan do’a. Bahkan satu jenis ibadah bisa dibagi kepada wajib, sunnah, dan anjuran. Yang wajib pun terkadang terbagi kepada beberapa bagian. Berbagai jenis ibadah ini memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyembuh dari penyakit hati atau lemahnya keimanan.
7.    Takut meninggal dalam keadaan su’us khotimah
8.    Banyak mengingat mati
Rosulullah saw bersabda:
“Perbanyaklah mengingat penebas segala kelezatan, yakni kematian.” (HR. Tirmidzi)
Di antara cara yang efektif untuk mengingatkan seseorang terhadap kematian ialah dengan berziarah kubur, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah, dan lain-lain.
9.    Selalu ingat akan tibanya hari akhir
10.    Menelaah firman-firman Allah SWt yang terkait dengan peristiwa alam
11.    Bermunajat dan pasrah kpeada Allah SWT
12.    Tidak terlalu mengharap dunia
13.    Banyak melakukan ibadah hati
14.    Berdo’a kepada allah SWT agar dijaga keimanan kita
Semoga kita terhindar dari penyakit hati yang dapat melemahkan dan bahkan menghilangkan keimanan kita kepada Allah SWT. Dan semoga Allah SWT memberikan perlindungan kepada kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin………
(disarikan dari http://cambuk-hati.web.id/)
dimuat di www.syahadat.com

listen qur'an

Listen to Quran