Jumat, 15 Juni 2012

Kebutuhan Hamba

Manusia adalah makhluk yang lemah, adakalanya ia sering berbuat khilaf dan dosa dengan sadar ataupun tanpa disadarinya, namun sebaik baiknya orang yang berbuat dosa adalah yang selalu memohon ampunan atas segala dosa yang ia lakukan. Istighfar merupakan salah satu jalan untuk memohon ampunan-Nya. Istighfar mempunyai kedudukan yang tinggi dalam diri seorang hamba, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memadukannya dengan iman ketika berbicara tentang kaum kuffar:
Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata”. (QS. Al-Kahf : 55)
Tidak ada seorangpun yang terbebas dari dosa, dan itu wajar sebagai bagian dari fitrah insaninya. Oleh karena itu, manusia senantiasa wajib bertaubat dan beristighfar.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).

Dan dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At-Tahrim: 8).

Taubat nasuha –sebagaimana di katakan oleh Imam Ibnu Katsir – yaitu taubat yang murni dan sungguh-sungguh yang dapat menghapus kejelekan-kejelakan yang telah dikerjakannya. Mampu mencegahnya dari perbuatan-perbuatan yang hina, berlepas diri dari perbuatan dosa, menyesali dosa-dosa yang telah lalu, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.

Empat Golongan Yang Tertipu

Kajian Kitab Al Ihya Ulumuddin

Ghurur adalah penyakit hati yang menimpa banyak orang di dunia ini, ghurur menurut bahasa artinya adalah tertipu daya, penyakit ghurur ini telah di jelaskan oleh Imam Ghazali dengan panjang luas sekali di dalam kitabnya “Ihya` Ulumuddin “

Penyakit ghurur ini sangat membahayakan sekali sebab kebanyakan orang yang menderitanya tidak merasa bahwa mereka terserang penyakit ghurur ini, kita tidak membicarakan ghururnya orang-orang kafir terhadap diri mereka atau kehidupan dunia ini, tetapi kita membicarakan penyakit ghurur yang diderita oleh umat Islam selama ini.

Imam Ghazali telah membagi ghurur ini kepada empat golongan :
1. Golongan ulama.
2. Golongan para Abid ( orang yang suka beribadah).
3. Golongan orang yang mengaku sufi.
4. Golongan orang yang memiliki harta , dan orang-orang tetipu daya dengan dunia.



Rabu, 13 Juni 2012

Al Hikam : Hakikat Cinta Kepada Allah

Mengenai hakikat cinta kepada Allah s.w.t. menurut pandangan hakikat hikmah Tauhid dan Tasawuf, sebagaimana telah diungkapkan oleh Maulana Imam Ibnu Athaillah Askandary dalam Kalam Hikmah beliau sebagai berikut:


"Orang yang begitu sangat cintanya bukanlah orang yang mengharapkan balasan sesuatu dari pihak yang dicintainya atau dia menuntut sesuatu maksud dari pihak yang ia cintai, karena orang yang begitu sangat cintanya itu ialah orang yang memberi buat anda, bukanlah orang yang begitu sangat cintanya itu merupakan orang dimana anda memberi buatnya."

Kalam Hikmah ini, sepintas lalu sulit juga menangkapnya, apabila tidak kita berikan penjelasan sebagai berikut:

Apabila cinta dapat dilukiskan melalui huruf, tulisan dan maksud-maksud tertentu, pada hakikatnya itu tidak dapat dikatakan cinta atau mahabbah. Karena cinta yang demikian, adalah cinta yang dapat dibuat, demi untuk sampai kepada tujuan yang dikehendaki. Karena itu, barangsiapa yang mencintai seseorang supaya seseorang itu memberikan sesuatu kepadanya atau menolak sesuatu yang tidak baik daripada yang mencintai, berarti orang yang mencintai itu adalah mencintai dirinya sendiri, bukan mencintai orang yang dicintai. Karena kalau bukanlah sesuatu yang dituju oleh dirinya sendiri tidak ada, maka pastilah dia tidak akan mencintai orang yang dicintainya itu.


Rabu, 06 Juni 2012

Risalah Al Qusyairi : 5. Warak

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Diriwayatkan oleh Abu Dzarr, Rasulullah saw bersabda, “Sebagian dari kebaikan tindakan seseorang mengamalkan Islam adalah bahwa dia menjauhi apa pun yang tidak bersangkut paut dengan dirinya.” Ibrahim Ibn Adham memberikan penjelasan, “Warak adalah meninggalkan apa pun yang meragukan, dan meninggalkan apa pun yang tidak bersangkut paut dengan anda bearti meninggalkan apa pun yang berlebih-lebihanan. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, bahawa Nabi saw mengatakan, “Bersikaplah warak, dan kamu akan menjadi orang yang paling taat beribadah di antara ummat manusia.”

As-Syibli berpendapat, “Warak adalah sikap menjauhi segala sesuatu selain Allah SWT.”
Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Warak adalah titik tolak zuhud, sebagaimana sikap puas terhadap apa yang ada adalah sebahagian utama dari redha.”
Yahya Ibn Mu’adz menyatakan, “Warak adalah membatasi diri makna zahir ajaran agama, dan tidak berusaha mentafsirkannya.”


Risalah Al Qusyairi : 4. Takut Kepada Tuhan (Takwa)

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa seseorang menghadap Nabi saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, bimbinglah saya.” Beliau menjawab, “Semoga anda mempunyai ketakwaan kepada Allah, karena ketakwaan adalah kumpulan seluruh hal yang baik. Semoga anda dapat melaksanakan jihad, kerana jihad adalah kerahiban kaum muslimin. Dan mudah-mudahan anda sibuk mengingat Allah, karena zikir adalah cahaya bagi anda.”

Al-Kattani mengatakan, “Dunia dibagi secara adil sesuai dengan penderitaan yang dideritai dan kehidupan akhirat dibagi secara adil sesuai dengan takwa.” Al-Jurairi mengatakan, “Orang yang belum menjadikan takwa dan kesedaran sebagai hakim, antara dirinya dan Tuhan tidak akan memperoleh makrifat dan kemanisannya.”


Risalah Al Qusyairi : 3. Mengasingkan Diri

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahawa Nabi saw mengatakan, “Di antara cara-cara terbaik bagi manusia dalam mencari penghidupan adalah: mengenderai kuda di jalan Allah (dalam perang jihad) dan apabila dia mendengar suara manusia-manusia yang panik atau ketakutan, dia memacu kudanya mencari mati syahid atau kemenangan di medan jihad; atau seseorang yang menggembalakan biri-biri dan kambing-kambingnya di puncak gunung atau di dalam lembah dan mendirikan solat, membayarkan zakat, dan beribadah kepada Tuhan sampai maut menjemputnya. Seluruh urusannya dengan sesama manusia didasarkan pada kebaikan.”

Sikap seorang hamba yang layak ketika dia memutuskan untuk memisahkan diri dari manusia adalah meyakini bahawa masyarakat akan terhindar dari kejahatannya, bukan bahwa dia akan terhindar dari kejahatan mereka.

Risalah Al Qusyairi : 2. Berdaya Upaya (Mujahadah)

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Didalam Alquran menjelaskan mengnai Mujahadah

وَٱلَّذِينَ جَـٰهَدُواْ فِينَا لَنَہۡدِيَنَّہُمۡ سُبُلَنَا‌ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ 


Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.(Al-Ankabut: 69)

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, dari Rasulullah saw, “Jihad yang terbaik adalah perkataan yang adil yang disampaikan kepada seorang penguasa yang zalim”
Abu Uthsman Al-Maghribi menyatakan, “Adalah kesalahan besar bagi seseorang membayangkan bahwa dia akan mencapai sesuatu dijalan-Nya atau bahwa sesuatu di jalan-Nya akan tersingkap baginya tanpa berjihad”


Risalah Al Qusyairi : 1. Taubat

Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahawa Rasulullah saw mengatakan - 'Orang yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdoa, dan jika Allah mencintai seorang hamba, niscaya dosa tidak melekat pada dirinya.’
Ketika beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, apa tandanya taubat?”, Rasulullah menjawab, “Menyesali kesalahan.”
Anas bin Malik meriwayatkan bahawa Rasulullah saw mengatakan, “Tiada sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah selain pemuda yang bertaubat.”
Makna taubat dalam bahasa Arab adalah kembali – ia merupakan tingkat pertama di antara maqam yang dialami oleh sufi, dan tahap pertama di antara tahap-tahap yang dicapai oleh salik (si penempuh jalan Allah).
Sebuah hadis mengatakan, “Pengingat Tuhan di dalam hati setiap insan adalah Muslim.”
Abu Hafs Al-Haddad mengatakan, “Saya meninggalkan suatu perbuatan tercela, lalu kembali kepada Nya. Kemudian perbuatan itu meninggalkan saya, dan sesudah itu saya tidak kembali kepada Nya.”
Syeikh Abu Ali Al-Daqqaq mengatakan, “Salah seorang murid bertaubat, kemudian menerima ujian. Dia bertanya-tanya di dalam hati, “Jika saya bertaubat, bagaimanakah keadaan saya nanti?”

Senin, 04 Juni 2012

Tanda-tanda Orang yang Shalatnya Diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala

Saya  akan  memulai pembahasan ini dengan hadits-hadits Rasulullah Shallalau ‘Alaihi wa Sallam yang ada hubungannya dengan kemasyarakatan.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallalau ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda: “Akan datang suatu zaman di mana orang-orang berkumpul di masjid untuk shalat berjamaah tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang mukmin”

Rasulullah Shallalau ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Nanti akan datang suatu zaman di mana seorang muazin melantunkan azan, kemudian orang-orang menegakkan shalat, tetapi di antara mereka tidak ada yang mukmin” (Kanzul ‘Ummal, hadits ke-3110)

listen qur'an

Listen to Quran