Bismillahi..Sepertinya udh lamaaa banget ga buat tulisan yg sedikit "serius", kali ini mencoba buat tulisan yg ada kaitannya dgn salah satu hari raya umat Islam yakni idul adha kalo kata orang "kuno" sih hari raya haji. Lha kok bisa? ya iya..Disebut demikian, karena sebagian besar amalan haji dilakukan pada hari ini.
إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ القَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Ta’ala adalah hari nahar (10 Dzulhijjah) kemudian hari qar (hari setelahnya).” (HR. Abu Dawud)
Saat saudara kita yg tengah berhaji di tanah suci mengerjakan wukuf di Arafah dan berpuasa pada hari itu bagi yg tidak sanggup tuk wukuf, maka kita yg tidak pergi haji juga dianjurkan untuk berpuasa, yang menghapuskan dosa yang dikerjakan di tahun yang lalu dan yang akan datang (HR. Muslim), demikian pula mensyariatkan untuknya berkumpul pada hari Idul Adha untuk shalat Ied, berdzikr, dan berkurban..
Bahkan hari raya Idul Adha lebih utama daripada hari Idul Fitri karena di hari Idul Adha terdapat shalat Ied dan berkurban, sedangkan dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, dan berkurban jelas lebih utama daripada bersedekah.
Apa sih sebenarnya makna yg terkandung dalam qurban hewan yg kita sembelih itu? kalo menurut saya sih sebenernya dgn penyembelihan hewan-hewan itu kita berarti menyembelih segala sifat-sifat kebinatangan dalam diri kita (manusia), seperti mau menang sendiri, sombong, tabarruj, zalim dan lain2. Tapi kalo menurut hakekat maka berqurban adalah mengikut kepada sunnah bapak para Nabi, Ibrahim AS, yg diperkuat dgn syariat yg dibawa RAsulullah SAW ditegasin di Al quran surah AL KAUTSAR ayat 2, maka dirikanlah shalat dan berqurbanlah.
Nabi Ibrahim as, nabi yang terkenal karena kelurusan tauhid dan kecerdasan akalnya, telah membenarkan perintah Allah untuk menyembelih anaknya. Dia tidak pernah mempersoalkan perintah yang nampak tidak masuk akal itu dan tidak pernah meragukannya. Dia korbankan kecerdasan akalnya untuk mendahulukan perintah Allah. Di jaman modern manusia terjebak kepada pendewaan akal. Sains dan teknologi seolah muncul sebagai kekuatan baru yang dipertuhan. Padahal semua itu adalah makhluk Allah. Allah telah menciptakan sunnatullah yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan sains dan teknologi. Manusia mestinya memanfaatkan akal, sains dan teknologi untuk menghambakan diri kepada Allah. Bukan justru sebaliknya berbuat syirik, menuhankan akal, sains dan teknologi disamping Allah. Sikap nabi Ibrahim as yang mendahulukan wahyu dari pada akal tersebut tetap relevan untuk dijadikan teladan dalam kehidupan di abad modern ini.
Hikmah lain dari qurban ini, kita bs lihat dr sisi vertikal dan horizontal (yaelah bahasanya keren ya, heheh) kalo dari sisi vertikalnya nih ya berarti menunjukkan rasa syukur kita kepada Allah (hablumminallah) atas semua nikmat yg telah diberikan kepada kita yg dampaknya meningkatkan ketaqwaan kita sebagai hamba kepada Sang Pencipta, ditinjau dr segi horizontal maka kita akan melihat sisi hablumminannas, memelihara rasa solidaritas dan sosial dgn org2 disekitar kita dgn pembagian daging qurban. Besar qurban yang kita keluarkan tidak seberapa jika dibandingkan dengan pengurbanan yang dilakukan keluarga nabi Ibrahim as.
Hajar, istri nabi Ibrahim, kita dapat belajar keikhlasannya dalam mengorbankan putra satu-satunya yang tercinta, setelah sekian lama bersusah payah dalam mengandung dan melahirkan, dilanjutkan dengan berbagai kesusahan untuk mempertahankan hidup putranya yang ditinggal suaminya di tengah padang pasir yang kering kerontang. Ibu mana yang hidup di jaman modern ini yang akan merelakan anaknya disembelih suaminya yang katanya atas perintah Allah. Hajar, yang karena keimanannya yakin betul bahwa suaminya tidak akan menyalahi perintah Allah, merelakan anaknya disembelih untuk memenuhi seruan Allah. Keikhlasan Hajar dalam mengorbankan putranya dapat dijadikan teladan bagi para ibu dalam menumbuhkan jiwa berkorban.
Dari Isma’il sendiri kita dapat belajar bagaimana seorang anak muda karena keimanannya rela mengorbankan nyawanya karena Allah. Ketika ayahnya menyampaikan kepadanya perintah Allah untuk menyembelihnya, Isma’il menjawab (QS 37: 102): Ya abatif’al ma tu’maru satajiduni insya Allahu minashshabirin. (”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.) Subhanallah, andaikan perintah itu disampaikan kepada anak muda jaman sekarang mungkin ayahnya sudah dituduh gila. Bahkan bukan tidak mungkin ayahnya terlebih dahulu akan dibunuh oleh anaknya. Hanya orang-orang yang mempunyai keimanan dengan landasan tauhid yang kuat yang rela mengorbankan nyawanya karena Allah. Sikap seperti inilah yang mestinya diteladani oleh setiap orang beriman.
Sungguh..malu kita ya rasanya kalo sedikit2 kita selalu bertanya mengapa sih Allah begini mengapa sih Allah begitu..mengapa sih Allah menyuruh kita shalat padahal emang kalo kita ga shalat Allah ga jadi Tuhan lagi, mengapa sih hidupku selalu penuh cobaan, selalu itu yang menjadi pertanyaan dihati kita, bedaaa jauh ma Ibrohim AS, gitu dapet perintah ga pernah nawar2 atau bertanya, langsung bilang iya..kami dengar dan kami patuhi, kalo saya pribadi nih..dapat perintah gitu, mungkin saya akan bilang iya YA ALLAh..saya dengar...saya fikirkan..matuhinya ntar..(heheheh) ga usah jauh2 pas azan, Allah memanggil kita tuk beribadah padanya, kesibukan lagi meninggi, dalam hati bilang..aduh udah azan, tapi nanggung nih kerjaan, akhirnya molorlah tuh waktu shalat paling cepat setengah jam lagi dikerjakan, hahaah. (astaghfirullah)
Menurut sebagian ulama, berkurban bagi yang mampu hukumnya wajib. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Iid).” (Hadits hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)
Sedangkan yang lain berpendapat bahwa hukumnya sunat mu’akkadah (sunat yang sangat ditekankan) beralasan dengan hadits berikut:
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ » .
“Apabila kamu melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)
Kata-kata “salah seorang di antara kamu ingin berkurban” menunjukkan sunatnya.
Nah kalo kita udh tau pentingnya berqurban, ada beberapa kriteria qurban yg harus kita ikuti sesuai dgn petunjuk RAsulullah SAW, ga asal hewan qurban..udh gitu pas ntar selesai penyembelihan jatah yg berqurban lebih mantap dagingnya ataupun lebih banyak, heheheh. Menurut petunjuk RAsulullah begini:
1. Usia hewan yang dikurbankan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً ، فَإِنْ تَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَاذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kamu menyembelih kecuali yang musinnah. Namun jika kamu kesulitan, maka sembelihlah biri-biri (domba) yang jadza’ah.” (HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)
Maksud “musinnah“ adalah hewan yang sudah cukup usianya. Jika berupa unta, maka usianya lima tahun. Jika berupa sapi, usianya dua tahun. Jika kambing, maka usianya setahun, dan tidak boleh usianya kurang dari yang disebutkan. Adapun jika berupa biri-biri/domba maka yang usianya setahun. Namun jika tidak ada biri-biri yang usianya setahun maka boleh yang mendekati setahun (9, 8, 7 atau 6 bulan), tidak boleh di bawah enam bulan –inilah yang dimaksud dengan jadza’ah-.
2. Hewan kurban yang utama
Hewan kurban yang utama adalah hewan kurban yang gemuk, banyak dagingnya, sempurna fisik dan indah dipandang. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor biri-biri yang putih bercampur hitam lagi bertanduk, Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya, mengucapkan basmalah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi hewan tersebut.” (HR. Bukhari)
3. Adab menyembelih
Adabnya adalah dengan menghadap kiblat, mengucapkan basmalah dan takbir ketika hendak menyembelihnya dan berbuat ihsan dalam menyembelihnya (seperti menyegarkan hewan sembelihannya, menajamkan pisau dan tidak mengasahnya di hadapan hewan tersebut).
4. Pembagian kurban
Sunnahnya adalah orang yang berkurban memakan dari hewan kurbannya, menyedekahkannya kepada orang miskin dan menghadiahkan kepada kawan-kawannya atau tetangganya, berdasarkan firman Alah Ta’alla:
“Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Terj. Al Hajj: 28)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
“Makanlah, berilah kepada orang lain dan simpanlah.” (HR. Bukhari)
Namun tidak mengapa disedekahkan semuanya kepada orang-orang miskin.
5. Waktu berkurban
Waktunya adalah setelah shalat Ied dan berakhir sampai tenggelam matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari raya Idul Adh-ha adalah makan tidak dilakukan kecuali setelah shalat Ied, lalu menyembelih hewan kurban dan memakan dagingnya.
6. Hewan yang tidak boleh dikurbankan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اْلاَضَاحِي: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي”
“Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: hewan buta sebelah yang jelas butanya, hewan sakit yang jelas sakitnya, hewan pincang yang jelas pincangnya dan hewan kurus yang tidak bersumsum (sangat kurus).” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih”)
7. Bertakbir
Pada hari raya Idul Adh-ha disunnahkan bertakbir, baik takbir mutlak maupun muqayyad. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Terj. Al Hajj: 28)
Hari yang ditentukan itu adalah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Takbir mutlak adalah takbir yang tidak dibatasi waktunya, yaitu mengucapkan, “Allahu akbar-Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd.” dengan menjaharkan suaranya bagi laki-laki, baik di masjid, di pasar, di rumah, di jalan dan pada saat ia berangkat ke lapangan untuk shalat ‘Ied.
Sedangkan takbir muqayyad adalah takbir yang dilakukan setelah shalat fardhu, yang dimulai dari fajar hari Arafah, dan berakhir sampai ‘Ashar akhir hari tasyriq.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab, “Segala puji bagi Allah. Pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Hal ini merupakan kesepakatan para imam yang empat.” [Majmu Al -Fatawa 24/220]
Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina bergemuruh dengan suara takbir. Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya. Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid.”
Termasuk hal yang perlu diketahui pula adalah bahwa pada hari-hari tasyriq kita diharamkan berpuasa kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ ِللهِ تَعَالَى
“Hari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzkrullah Ta’ala.” (HR. Ahmad dan Muslim)
Buat saudara2ku yg belum bs berqurban (termasuk saya, hiks) di tahun ini, telah berniat dan berusaha dgn keras tapi belum juga mendapatkan hasil, Insya Allah, Allah telah mencatatnya sebagai pahala berqurban,
Hal ini berdasarkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ketika menyembelih kurban bersabda:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
“Bismillah wallahu Akbar, ini (kurban) dariku dan dari umatku yang tidak menyembelih.” (HR. Abu Dawud)
JAdi dgn mengetahui mengenai ilmu berqurban dan memahami ilmu itu dan mengikuti keteladannya Ibrahim, As kita berharap untuk dapat mewarisi sikap mendahulukan Allah dari pada yang lain. Disamping itu dengan melaksanakan ibadah qurban ini diharapkan akan tumbuh jiwa kedermawanan dalam diri setiap orang yang berqurban. Kedermawanan ini sangat peting dalam mendukung kesuksesan dakwah Islam. Maka pantas kalau Rasulullah saw bersabda bahwa tidak ada amal anak Adam yang paling disukai Allah pada hari raya qurban selain daripada menyembelih qurban. (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi) Mari kita berqurban dan meluruskan niat dalam berqurban.
Allahuakbar..Allahuakbar..Allahuakbar..walillah ilhamd
By : Sri W Priambodo