Di bulan itulah umat yang beriman diseru oleh Allah untuk melakukan ibadah shaum, atau yang sering disebut puasa. Hukumnya wajib bagi mereka yang telah memenuhi syarat sebagai mukallaf (orang yang ditaklif, dibebankan kepadanya hukum-hukum agama). Dalilnya tentu sudah masyhur: al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 – 185. “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (183).
Dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir yang ditulis oleh Ust. Muhammad Nasib ar-Rifa’i, dinyatakan bahwa puasa mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah. Dikatakan pula, bahwa puasa dapat menyucikan badan dan mempersempit gerakan setan. Sementara itu, Ustadz Sayyid Quthb, ketika mengomentari ayat 184 dari surat al-Baqarah mengenai keutamaan jika berpuasa, menyatakan bahwa berpuasa dalam kondisi normal (tidak dalam bepergian dan ketika tidak sakit) mengandung kebaikan.
Dari berbagai perkataan ulama tersebut, maka satu hikmah yang dapat dipetik dari puasa (terutama puasa di bulan Ramadhan yang rutin dan wajib) adalah hikmah kesehatan. Artikel ini mencoba membahas apa saja relevansi puasa bagi kesehatan diri orang berpuasa.
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009, disebutkan definisi kesehatan, ”keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Jadi menurut definisi sehat tersebut, ada empat aspek yang harus dipenuhi sehingga seseorang dapat dikatakan sehat secara paripurna: badan (jasad), jiwa (ruhani), sosial dan ekonomi yang produktif. Dan ternyata, praktik Ramadhan sejak zaman Rasulullah dahulu sudah memulai untuk itu semua. Di situlah keempat aspek tersebut dibina.
Sehat Jasmani
Secara fisik, shaum berarti menahan masuknya makanan atau minuman ke saluran pencernaan, atau melakukan hal-hal lain yang membatalkannya. Itu semua akan memberikan efek yang positif mereka yang melaksanakannya. Dr. Rasyad Fuad as-Sayyid dalam bukunya yang telah diterjemahkan menjadi Puasa: Sebagai Terapi Menyembuhkan Berbagai Penyakit menyebutkan banyak hikmah puasa bagi kesehatan secara fisik. Disimpulkan dari berbagai hal yang beliau sebutkan, bahwa puasa bukan hanya menyehatkan hal-hal yang berkaitan dengan saluran pencernaan yang berkaitan langsung dengan kaidah menahan makan dan minum, tetapi juga bagi banyak anggota tubuh lainnya dari bagian atas sampai bawah, dari luar sampai bagian dalam.
Dengan puasa, mulut, dengan segala elemen di dalamnya yang menjadi awal saluran pencernaan, dapat dibantu pemeliharaannya. Shaum membantu menyembuhkan para penderita sakit gigi melalui kebersihan mulut dan pengistirahatan tulang rahang. Semuanya itu berbasis pembiasaan, menjauhkan diri dari kebiasaan berbahaya seperti merokok atau meninggalkan bekas makanan di mulut.
Shaum juga dapat mereparasi organ pencernaan sehingga peredaran darah terkurangi bebannya. Tubuh pun rehat, bangkit dari keletihan dan tekanan aktivitas selama setahun. Masih menurut Dr. Rasyad, seluruh organ tubuh juga akan bergerak menuju satu titik pusat kekuatan. Kekuatan inilah yang nantinya akan didistribusikan kembali pada tubuh sehingga tubuh akan mendapatkan semua kebutuhannya dari dalam. Saat itulah fungsi organ akan kembali bekerja secara sempurna. Intinya, penyehatan dari atas sampai bawah dan dari luar sampai dalam tubuh, dilakukan dengan pengistirahatan organ-organ yang di luar bulan Ramadhan harus terus bekerja. Dengan puasa tubuh dimaintenance dan direparasi.
Dengan demikian, seharusnya dari penjelasan Dr. Rasyad tadi, tubuh akan semakin sehat. Maka tidak ada alasan untuk menjadi lemah saat berpuasa, tetapi harusnya menjadi semakin semangat dan tidak mudah mengeluh kelelahan. Dengan shaum, tidak ada alasan untuk menurunkan produktivitas berkegiatan, walaupun untuk itu memang diperlukan pembiasaan di awal-awal. Salah satunya, dengan meningkatkan shaum di bulan Rajab dan Sya’ban.
Ruhani Makin Khusyuk
Di bulan Ramadhan ruh dididik untuk selalu condong pada sifat-sifat positif. Bukankah salah satu hal yang harus dikontrol pada saat puasa adalah emosi. Jiwa ini diajarkan untuk menjadi jinak, tidak liar berkehendak. Hawa nafsu harus mampu dikelola karena jika tidak, percuma saja berpuasa bila hanya akan mendapatkan haus dan lapar. Maka, seharusnya tidak ada lagi penyakit-penyakit hati dalam jiwa ini. Di bulan Ramadhan, dilakukan pembinaan intensif. Perangkat-perangkat ”tombo ati”, yang biasa disenandungkan oleh Opick, sudah banyak memfasilitasi orang-orang. Di antaranya, membaca al-Qur’an dan maknanya yang biasa dirutinkan di berbagai forum pengajian, bahkan dengan target umum khatam selama sebulan. Pendirian shalat malam melalui qiyamu Ramadhan (tarawih) yang umumnya dilakukan selepas Isya’ secara berjamaah di masjid-masjid. Begitu pula, majelis zikir yang menjadi marak. Suasana saling berlomba-lomba dalam beribadah membuat kita berusaha menjadi lebih shaleh dengan orang-orang yang menjadi lebih shaleh pula. Dan tentu saja, ”tombo ati” yang spesial di bulan ini adalah puasa.
Dengan demikian, ruhani akan semakin terjaga. Bila sudah terjaga dari berbagai penyakit hati, maka keadaannya akan semakin tenang dan tidak terbebani dengan sesuatu yang memberatkan. Bila keadaan demikian berlangsung simultan, maka akan terjadi penyegaran pada keadaan psikologis seseorang. Hal itulah yang juga akan menyokong kesehatan fisik seseorang.
Bulan Sosialisasi
Sehat sosial berkaitan dengan interaksi kita dengan orang lain. Dengan berpuasa, orang yang melaksanakannya harus pandai-pandai memosisikan diri sehingga konflik-konflik, fisik ataupun batin, tidak akan terjadi. Hal tersebut akan terlaksana bila kesehatan ruhani yang memiliki kaitan dengan personal lain terimplikasi dengan baik. Bukankah bulan ini adalah bulan menuju gerbang kemaafan? Maka tidak ada tempat lagi untuk dengki di hati ini sehingga setiap orang merasa aman dari saudara-saudara yang juga berpuasa. Tiada lagi umpatan (ghibah) sehingga tidak akan ada lagi fitnah dan adu domba (namimah). Bahkan, sekecil apapun bentuk konflik kita dengan orang lain, kita harus selalu mengingatkan diri ini dan orang yang bersangkutan, ”afwan, inni sho’im,” ’maaf, saya lagi puasa...’
Justru, di bulan inilah kesempatan menjalin hubungan baik dengan sesama terbuka lebar. Bukankah di bulan ini masjid-masjid sontak menjadi penuh? Jamaah membludak? Itulah kesempatan sosialisasi kita, yang sebaiknya dapat pula saling memberikan saran dan memotivasi agar jamaah yang demikian banyaknya di awal akan tetap terjaga hingga akhir bulan bahkan hingga bulan-bulan selanjutnya. Di bulan ini pula kegiatan amal jama’i dibina sekalipun dari hal-hal kecil seperti kerjasama menyiapkan sahur dan ta’jil di masjid, pengajian, i’tikaf dan amal positif lain.
Sungguh luar biasa, jika interaksi sosial ini dibangun bukan hanya di bulan Ramadhan, maka kesehatan sosial kita akan terbina dengan kokoh.
Produktif Ekonomi
Bukan alasan jika karena puasa seseorang enggan bekerja keras seperti di bulan-bulan lainnya. Justru, dengan kerja yang sama seperti di bulan lainnya, seseorang bisa menghemat pengeluaran keluarga. Kalaupun pengeluarannya harus sama dengan bulan lain karena alasan memuliakan keluarga dengan menyajikan sajian yang ”agak beda,” maka kenikmatan kerja akan lebih terasa. Yang patut diwaspadai, jangan sampai akhir bulan Ramadhan menjadi pelampiasan keinginan-keinginan kita sendiri sehingga yang terjadi bukan efisiensi tetapi malah menjadi konsumtif dengan dalih menyiapkan segala yang terbaik untuk lebaran. Bukankah yang baik belum tentu harus baru? Itu secara mikro di keluarga.
Secara makro, ada hal penting lain yang sangat berpotensi secara ekonomi, yaitu potensi zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah dan hal-hal sejenisnya. Di bulan inilah biasanya masyarakat terpicu untuk menjadi bagian dari kedermawanan. Potensinya sungguh luar biasa dan akan berelevansi dengan aspek sosial, yaitu sebagai upaya mengentaskan kesenjangan ekonomi antara orang yang memiliki harta lebih dan yang kekurangan.
Kesimpulan
Ramadhan memfasilitasi kaum muslimim untuk menjadi lebih sehat, baik sehat jasmani, ruhani, juga sosial ekonomi. Tinggal kita yang memilih, maukah mendapatkan Ramadhan dengan segala hikmah kesehatannya, atau hanya mendapatkan Ramadhan sebagai rutinitas yang dianggap sebatas ritual saja?
Sumber : http://dtjakarta.or.id/artikel-islami
Tidak ada komentar:
Posting Komentar