Suatu hari bocah cilik bernama Abdul Qodir Jailani berkata pada ibunya:"Ibu ijinkan aku ke Bagdad untuk belajar dan berziarah pada orang-orang shalih. Sang ibu terheran-heran mendengar permintaan anaknya. Sambil menangis pilu ia berkata:"Mengapa engkau berkata begitu anakku?". Lalu Abdul Qadir menjelaskan keinginanya untuk menuntut ilmu.
Dengan berat hati, akhirnya sang ibu melepaskan Abdul Qadir pergi. "Hai anakku, berangkatlah!Engkau telah aku titipkan pada Allahu" ujarnya. Tak lupa sang ibu memberi uang sebesar 40 dinar yang disimpan didalam saku baju." Jangan lupa pesan ibu. Selalulah berkata benar dan berlaku jujur dalam keadaan apapun,"tambah sang ibu. Abdul Qadir pun pamit dan segera bergabung dengan kafilah menuju bagdad.
Baru saja mereka meninggalkan kota Hamdan, tiba-tiba mereka dikepung segerombolan perampok. Kawanan perampok itu serta merta melucuti semua harta yang ada dalam kafilah itu. Anehnya kawanan perampok itu tidak mengusik sedikitpun Abdul Qadir Jaelani. Hal ini membuatnya terheran-heran.
Tiba-tiba seorang perampok yang tengah melintas didepannya bertanya,"Hai orang fakir, engkau mempunyai apa?"
"Ada uang yang terjahitdalam saku dibawah ketiakku," jawab Abdul Qadir.
Perampok itu mengira Abdul Qadir mengejeknya, karena itu dia segera berlalu tanpa berbuat apa-apa. Tak lama kemudian muncul lagi perampok lainnya dan bertanya sebagaimana perampok pertama tadi. Abdul Qadir pun menjawab sejujurnya.
Setelah semua harta kafilah itu mereka lucuti, Kawanan membagi harta jarahan disebuah bukit yang tak jauh dari situ.Disitu patra perampok menyampaikan apa yang mereka lihat dari Abdul Qadir. Melihat hal itu kepala perampok merasa heran. Lalu ia bertanya kepada Abdul Qadir," apakah yang anda bawa?"
" 40 dinar," jawab Abdul Qadir
"Di manakah itu?" tanyanya kemudian
" Terjahit dalam saku dibawah ketiakku."
Disaksikan anak buahnya, kepala perampok itu memeriks Abdul Qadir. Setelah mendapatkan apa yang dikatakan itu benar mereka bertanya," Mengapa engkau mengatakan yang sebenarnya?"
" Karena ibuku berpesan supaya selalu berkata benar dan jujur dan aku tidak menyalahi janjiku ," jawab Abdul Qadir jailani mantap.
Tiba-tiba pimpinan perampok itu menangis. "Engkau tidak menkhianati janjimu pada ibumu, sedang kami telah bertahun-tahun menyalahi dan melanggar larangan Allah. Maka sejak hari ini kami bertaubat pada Allah,"tuturnya.
Melihat tindakan pimpinannya, semua perampok itu ikut bertaubat. Mereka berkata, "Engkau pimpinan kami dalam perampokan. Maka engkau jauga pimpinan kami dalam bertobat." Setelah itu mereka mengembalikan harta rampokan kepada pemiliknya. Mereka juga berjanji tak akan mengulangi perbuatan dosa lagi.
Terbukti, buah kejujuran tak hanya melahirkan kebajikan. Kejujuran ternyata juga mampu menerangi hati manusia yang terbelenggu dosa dan maksiat. Kejujuran yang telah diperlihatkan Abdul Qadir Jailani mampu mengetuk pintu hati pimpinan perampok serta anak buahnya hingga mereka bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.
(Widowati sabili no 18 thn 2001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar