Imam Al-Ghazali
Ketahuilah, kami telah mengingatkan dan merindukan Anda. Kalau Anda
berpaling dan perhatian, atau Anda sekadar memperhatikan melalui lapisan
luar hati Anda.
Seperti perhatian Anda pada ucapan-ucapan resmi. Anda —jika demikian— pasti rugi dan telah menzalimi diri sendiri.
Sebagaimana firman Allah Swt.:
“Dan siapakah yang lebih zalim
daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya,
lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan
oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas
hati mereka, sehingga mereka tidak memahaminya dan Kami letakkan pula
sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka pada
petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.”
(Q.s. Al-Kahfi: 57).
Tetapi, jika Anda memperhatikan semua itu dengan penuh teliti dan
hati cermat, penuh perhatian sehingga ia benar-benar menyaksikan.
Singkirkanlah segala yang merintangi Anda dan upaya menempuh shiratal
mustaqim. Dan rintangan itu tidak lain adalah cinta dunia dan kelalaian
kepada Allah serta han akhirat.
Maka, tekunilah dengan mengosongkan hati
Anda setiap hari satu jam setiap usai melaksanakan salat subuh. Karena
pada saat itu, hati terasa jernih. Renungkan keadaan Anda awal dan
akhirnya, introspeksi, sembari mengatakan pada diri sendiri, “Aku tidak
lebih dan seorang musafir dan pedagang. Keuntunganku adalab kebahagiaan
abadi dan perjumpaan dengan Allah kelak di hari akhirat. Sebaliknya,
kerugianku adalah kesengsaraan abadi dan terhalangnya diriku berjumpa
dengan Allah Swt. Sementara, umurku adalah modal pokok. Dan setiap desah
nafasku adalah rangkaian sebuah simpanan yang diperuntukkan mengejar
keuntungan abadi itu, sekaligus merupakan inti mutiara. Sebab,
perdagangan dengan-Nya labanya adalah kebahagiaan abadi. Tabungan mana
yang lebih besar dan itu? Ini berarti bila umur telah habis, aktivitas
perdagangan pun berakhir, dan yang tersisa hanyalah penyesalan yang
sia-sia.
Hari ini adalah kehidupan baru. Allah telah memberi peluang kepadaku
agar bisa berbakti sebaik mungkin kepada-Nya. Andaikan Allah mengambil
nyawaku hari ini, tentu aku ingin dihidupkan kembali ke dunia agar bisa
beramal lebih baik lagi. Karenanya, wahai diri seharusnya engkau
introspeksi diri, bahwa jika mati, hidup di dunia itu hanya sekali. Maka
berjuanglah pada kesempatan sekali hidup tersebut! Lihatlah dirimu,
bila tidak menyia-nyiakan hari esok, engkau telah mendapatkan keuntungan
hari ini dan engkau tidak menyesal!
Namun bila kesempatan itu engkau sia-siakan, maka engkau pun memulai
han esok seperti itu, dan karenanya engkau jangan menipu din sendiri
dengan berharap kemaafan. Itu hanyalah praduga, yang kadang-kadang
salah, dan tidak memberi manfaat bagi penjelasan.
Lalu engkau terhembus, bahwa dosamu terampuni, bukankah engkau telah
kehilangan pahala orang-orang yang berbuat baik, dan membuat dirimu
terhalang oleh penyesalan demi penyesalan?”
Bila Anda bertanya pada diri sendiri, “Apa yang harus kulakukan,
bagaimana aku harus berjuang dalam ibadat?” Anda harus menjawab,
“Tinggalkanlah hal-hal yang akan engkau tinggalkan karena kematian,
Teguhkan dirimu secara total kepada Allah Swt. Carilah kesenangan
melalui dzikir kepada-Nya!”
Dan jika diri Anda masih bertanya, “Bagaimana cara meninggalkan
kehidupan dunia, padahal buhul-buhulnya telah melekat pada hatiku?”
Jawablah, “Hadapilah dengan memutuskan buhul-buhul itu dan lubuk hatimu
yang paling dalam, sebagaimana telah kami ajarkan dalam sepuluh prinsip
yang membinasakan di atas. Engkau akan membuka bahwa ikatan-ikatan buhul
pada umumnya berupa cinta harta, pangkat, keturunan, permusuhan,
syahwat perut dan faji, tergolong membinasakan. Bila hal itu telah
engkau dapati, cobalah pikirkan bahaya dan petakanya bagi dirimu,
kemudian hindari segala yang terkait dengannya, dengan demikian niscaya
engkau akan selamat dari jeratnya, dan Allah Swt. mengokohkan melalui
pertolongan dan taufik-Nya.
Coba engkau bayangkan, kalau engkau orang yang sakit sepanjang hayat.
Sementara seorang dokter yang terpercaya kejujuran dan ketelitiannya
berkata kepadamu bahwa makanan yang lezat-lezat dan berlemak sangat
berbahaya bagi kondisi kesehatanmu, dan obat yang buruk pun bermanfaat
bagimu. Bukankah engkau sabar dalam menerima terapinya walaupun harus
minum obat yang pahit, demi kesembuhan?
Bukankah engkau juga bisa bersabar menghadapi kesulitan dalam
perjalanan panjang demi istirahat di suatu tempat. Sementara saat mi
engkau musafir dan tempatmu adalah akhirat? Seorang musafir mana pun
tidak bisa lepas dan kelelahan dan kesulitan. Istirahat berarti terputus
dijalan, dan bisa binasa.”
Coba tanyakan kepada diri Anda sendiri, “Apa sebenarnya yang engkau
cari dari kehidupan di dunia ini? Bila tumpukan harta engkau dapatkan,
sedang di kalangan kaum Yahudi ada yang lebih kaya daripada dirimu.
Kalau engkau mencari tahta, dan ternyata engkau dapatkan, betapa
jauh, sebab, orang-orang Turki yang keras dan orang Kurdi yang sombong,
masih menguasai dirimu. Kedudukan mereka lebih tinggi dan kedudukanmu.
Bila engkau tidak menemukan bencana dunia dan pedihnya siksa akhirat,
apakah engkau tidak melihat kehinaan pembela-pembelanya? Bukankah
engkau tahu, bila dirimu berpaling dan dunia dan mengha dap akhirat,
engkau adalah tokoh zaman yang hebat, yang tidak pernah terlintas dal4m
guratan pandanganmu? Bila engkau masih mengejar dunia, orang Yahudi dan
orang-orang arogan telah lebih dulu kayaraya. Sungguh, dunia brengsek
telah mendahuluimu! Renungkanlah, wahai jiwaku, lihatlah dirimu itu,
sebab tiada yang memandangmu selain dirimu sendiri!”
Begitulah, Anda harus selalu introspeksi diri, sehingga berada dalam
kepatuhan menempuh jalan lurus kepada Allah Swt. Introspeksi itu sangat
penting bagi Anda —bila Anda orang berakal— dibanding sekadar berefleksi
dalam diskusi soal Mazhab Hanafi, Syafi’i, Mu’tazilah dan mazhab
lainnya. Mengapa Anda memperdebatkan pandangan mereka, sedang
kesalahannya pun tidak akan membahayakan diri Anda, begitu pula
kesalahan orang lain. Mereka pun tidak akan menerima Anda, sebaliknya
kebenaran mereka belum tentu Anda terima, walaupun kebenaran itu lebih
jelas dibanding cahaya matahari.
Sementara Anda lebih membiarkan musuh utama Anda yang ada di antara
lambung (batin), Anda tidak menentang dan tidak pernah mengoreksi.
Bahkan Anda memberi pertolongan pada upaya syahwat batin yang batil,
lalu merekayasa secara jeli, agar bisa menunaikan syahwat itu. Bukankah
itu merupakan pandangan yang terbalik? Apakah Anda tidak pernah melihat
seseorang, yang di bawah bajunya ada sejumlah ular, dan kalajengking
yang siap membinasakan, lantas ia masih mengambil kipas untuk mengusir
lalat di muka orang lain? Tidakkah orang tersebut berhak mendapat
penyesalan?
Itulah keadaan Anda, ketika sibuk mcmperdebatkan dan mengoreksi orang
lain. Sementara Anda berpaling dan introspeksi diri. Sikap Anda ini
akan terkuak, ketika rahasia tersingkap kelak, seperti yang pernah saya
ingatkan kepada Anda, tentang bagaimana rahasia-rahasia amal dan
ruh-ruhnya tersingkap kelak di akhirat.
Sepanjang Anda tidak introspeksi diri, Anda tidak berpcluang munajat
kepada Allah, dzikir dan menghadap..Nya. Jalan Anda bersama nafsu —yang
ternyata kontra dengan Anda— hendaknya Anda waspada akibatnya, dengan
melakukan tindak pencegahan. Anda pun tahu, nafsu itu seperti anjing,
tidak bisa dididik kecuali dengan mengendalikan. Bila Anda ingin
mempelajari bagaimana menganalisa, meneliti, mengevaluasi dan mengambil
prevensinya, Anda bisa mencari pada Bab “Al-Muhasabah wal Muraqabah”
dalam Al-Ihya’. Buku ini tidak akan memuat uraiannya. Hanya kepada
Allah-lah kita mohon pertolongan, keutamaan, kedermawanan dan
kemurahanNya.
Sumber : http://sufinews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar