Abd al-Karim ibn Hawazinal-Qusyairi
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, bahawa Nabi saw mengatakan, “Di antara cara-cara
terbaik bagi manusia dalam mencari penghidupan adalah: mengenderai kuda
di jalan Allah (dalam perang jihad) dan apabila dia mendengar suara
manusia-manusia yang panik atau ketakutan, dia memacu kudanya mencari
mati syahid atau kemenangan di medan jihad; atau seseorang yang
menggembalakan biri-biri dan kambing-kambingnya di puncak gunung atau di
dalam lembah dan mendirikan solat, membayarkan zakat, dan beribadah
kepada Tuhan sampai maut menjemputnya. Seluruh urusannya dengan sesama
manusia didasarkan pada kebaikan.”
Sikap seorang hamba yang layak
ketika dia memutuskan untuk memisahkan diri dari manusia adalah
meyakini bahawa masyarakat akan terhindar dari kejahatannya, bukan bahwa
dia akan terhindar dari kejahatan mereka.
Seorang
melihat seorang rahib dan berkata kepadanya, “Anda seorang rahib?” Dia
menjawab, “Bukan. Saya adalah anjing penjaga. Jiwa saya adalah seekor
anjing yang menyerang umat manusia. Saya telah menjauhkannya dari mereka
supaya mereka aman.”
Sesungguhnya, “Uzlah adalah menjauhi
sifat-sifat yang tercela dan bertujuan mengubah sifat-sifat tersebut,
bukan untuk mencipta jarak yang sejauh-jauhnya dari sesuatu tempat.
Itulah sebabnya mengapa timbul pertanyaan, “Siapakah orang ‘arif itu?”.
Mereka menjawab, yaitu “Orang yang dekat, dan pada saat yang sama, dia
adalah orang yang jauh.” artinya, bersama dengan sesama manusia secara
lahiriah, dan berada jauh dari mereka secara batiniah.
Syeikh Abu
Ali Al-Daqqaq memberikan anjuran demikian, “Pakailah bersama sesama
manusia apa yang mereka pakai, dan makanlah apa yang mereka makan.
Tetapi terpisahlah secara batiniah.”
“Seseorang datang kepada saya
dan berkata, “Saya datang dari tempat yang sangat jauh berkunjung kepada
anda.” Selanjutnya saya mengatakan, “Masalah ini (yakni mendapatkan
pengetahuan tentang Tuhan), tidak bersangkut paut dengan jauhnya jarak
yang ditempuh. Berpisahlah dari diri anda sendiri dalam satu langkah
saja, dan anda pasti mencapai tujuan anda.”
Yahya mengkhabarkan
bahwa Abu Yazid mengatakan, “Saya melihat Tuhan dalam mimpi saya, lalu
saya bertanya, “Bagaimana aku hendak bertemu dengan Mu?” Tuhan menjawab,
“Tinggalkan dirimu dan datanglah.”
Yahya bin Muaz berkata,
“Fikirkanlah apakah keakraban anda adalah dengan khalwat ataukah dengan
Dia dalam khalwat. Apabila keakraban anda dengan khalwat, maka khalwat
akan lenyap ketika anda keluar darinya. Apabila keakraban anda adalah
dengan Dia dalam khalwat, maka di mana pun akan sama saja bagi anda,
apakah di gurun pasir atau di padang rumput.”
Sahl mengatakan,
“Khalwat baru sempurna dengan memakan makanan halal, dan memakan makanan
halal baru sempurna dengan membayarkan zakat, yang adalah hak Tuhan.”
Dzun
Nun Al-Mishri mengatakan, “Saya tidak menemukan satu hal pun yang lebih
baik yang dapat melahirkan keikhlasan selain ‘uzlah.”
Abu Abdullah
Al-Ramli menyatakan, “Gantikanlah kesertaan anda dengan orang lain
menjadi sepi, makanan anda menjadi lapar, dan ucapan anda menjadi
munajat. Maka anda akan mati atau mencapai Allah SWT.”
Dzun Nun
Al-Mishri menyatakan, “Orang yang menyembunyikan dirinya dari sesama
manusia melalui khalwat tidaklah seperti orang yang menyembunyikan
dirinya dari sesamanya melalui Tuhan.”
Syuib Ibn Harb menyatakan,
“Saya berangkat menemui Malik Ibn Mas’ud di Kufah, dan dia sendirian di
dalam rumahnya. Saya bertanya, ‘Apakah anda tidak merasa sepi dan takut
sendirian?” Dia menjawab, “Saya tidak menganggap bahwa seseorang yang
bersama Tuhan adalah kesepian.”
Berkata Syuib Ibn Harb, “Wahai
sahabatku! Sesungguhnya ibadah tidaklah kekal (istiqamah) dengan
bergabung dengan yang lain. Orang yang belum akrab dengan Tuhan tidak
akan menjadi akrab dengan apa pun.”
Seseorang ditanya, “Hal
mengagumkan apakah yang telah anda temukan dalam perjalanan anda?” Dia
menjawab, “Khidir as menjumpai saya dan dia ingin menyertai saya. Saya
khuatir dia mengganggu pergantungan saya kepada Tuhan.”
Seseorang
bertanya kepada Dzun Nun Al-Mishri, “Bila uzlah tepat bagi saya?” Dia
menjawab, “Ketika anda sanggup memisahkan diri anda dari diri anda
sendiri.”
Apabila Tuhan hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan
kekafikaran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan
bersendirian, kaya dalam kesederhaan, dan mampu melihat kekurangan
dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini beerti telah
mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.
sumber : http://sufiroad.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar