Selasa, 17 Mei 2011

Al Ihsan (Berbuat Baik)

Muqaddimah
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah. Kami memuji, memohon pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan-keburukan diri kami dan dari keburukan-keburukan amal-amal kami. Siapa saja yang mendapat hidayah Allah, maka ia tidak akan disesatkan-Nya, dan siapa saja yang disesatkan-Nya, tidak ada hidayah-Nya. Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq untuk disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Cinta Allah ‘Azza wa Jalla adalah cita-cita terbesar setiap mukmin. Tiada sesuatu yang lebih utama bagi setiap mukmin daripada cinta-kepadaNya, sebab hal tersebut merupakan awal segala kebajikan dan sarana untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Agar seorang mukmin sampai pada kedudukan dan derajat yang mulia, serta meraih cinta-Nya, maka ia wajib mengetahui hal-hal apa saja yang dicintai oleh Allah ‘Azza wa Jalla sehingga ia bersegera untuk melaksanakannya dan mengetahui apa saja yang dibenci-Nya sehingga ia harus menjauhinya.
Salah satu sikap yang dicintai Allah adalah ihsan. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, kita  akan sedikit membahas mengenai ihsan.

Pengertian
Ihsan adalah intisari, roh, dan kesempurnaan iman. Ia merupakan tingkatan puncak dan tertinggi dalam agama, akhlak paling mulia para hamba-Nya yang sholih, dan menghimpun seluruh akhlak yang luhur dan sifat-sifat kebaikan. Ihsan adalah puncak ibadah karena Allah yang mencakup dua hal penting, yaitu mengagungkan kekuasaan Allah Yang Maha Tinggi dan berbuat baik kepada makhluk, baik dengan ucapan, maupun dengan perbuatan.
Ihsan adalah sifat Allah, yaitu Maha Baik dan Maha Indah. Seorang hamba disebut muhsin (berlaku ihsan) adalah apabila ia menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya, yakni beribadah atas dasar kesaksian. Ihsan adalah kesempurnaan hadir menghadap Allah subhanahu wa ta’ala, introspeksi totalitas karena rasa takut (khasy-yah), cinta (mahabbah), ma’rifah, kembali (inaabah ilaihi), dan ikhlas kepada-Nya.
Seyogyanya seorang hamba senantiasa yakin kepada Allah, baik lahir, maupun batinnya. Sikap konsistennya yang didasarkan pada ilmu dan keyakinan tersebut disebut dengan muraaqabah yang merupakan dari ilmu dan pengetahuannya bahwa Allah dekat, melihat dan mendengar ucapannya.  Seandainya ia tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Melihat.
Orang yang ihsan adalah orang yang melaksanakan ibadah dengan cara yang lebih sempurna dan bersih dari unsur riya’, dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan ikhlas, serta introspeksi diri dengan menyempurnakan kekhusyukan, ketundukan, menghadirkan keagungan-Nya, hatinya menyaksikan seolah-olah melihat-Nya dan Dia melihat apa yang dilakukannya.
Islam dan iman termasuk dalam unsur ihsan. Seseorang tidak bisa menjadi muhsin kecuali jika ia telah islam dan iman.
Al Muhsinuun adalah orang yang ihsan dalam amal-amalnya dengan melaksanakan ketaatan dan ikhlas beramal karena Allah, melaksanakan perintah dan syariat-Nya, serta menjauhi larangan-Nya, mengikuti amalan yang telah disyariatkan melalui Rasul berupa petunjuk dan agama yang benar.
Mereka adalah orang yang berinfak dijalan Allah dalam berbagai bentuk taqarrub dan ketaatan, berprasangka baik terhadap Allah atas apa yang bertentangan dengan kehendaknya, menafkahkan hartanya secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, dalam keadaan longgar maupun sempit, berbuat baik kepada kerabat dan orang lain dengan penuh kebaikan.
Mereka adalah orang yang mampu menahan amarahnya, yang apabila emosi, ia berupaya mengekangnya sekuat tenaga sehingga bisa terkontrol, tidak melemparkan kemarahan kepada orang lain, memberi maaf kepada orang lain yang berbuat salah kepadanya.

Dalil Al Qur’an dan As Sunnah
“Dan infakkanlah (hartamu) dijalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah : 195)
“…Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (QS. At-Taubah : 20)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Baik, menyukai kebaikan (ihsan).” (Shahih al-Jami’ al-Shaghiir, no. indeks 1.824)
Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Islam, lalu bertanya tentang Iman, kemudian bertanya tentang Ihsan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :
“…Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya dan jika kau tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (Hadits riwayat Imam Bukhari dalam shahih al Bukhari, Kitab al- Iimaan, Bab Su’aal Jibril al-Nabiyya ‘an al-Iimaan, al-Islam, wa al-Ihsan)

Urgensi
Sikap ihsan sangatlah penting dalam setiap perbuatan kita. Dengan adanya sikap ihsan, kita akan senantiasa melaksanakan segala sesuatu dengan semaksimal mungkin, menjadikan semua yang kita lakukan sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dengan terlebih dahulu mengetahui tata caranya seperti yang telah dicontohkan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dan berusaha melakukannya dengan penuh keikhlasan sejak niat hingga perbuatan tersebut telah selesai.
Dengan adanya sikap ihsan, apapun yang kita lakukan akan kita lakukan dengan penuh kesungguhan untuk mengharap ridha Allah subhanahu wa ta’ala karena kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah dan Allah pasti melihat kita.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Tidak ada kebahagiaan melebihi cinta dan keridhaan Allah karena inilah kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Orang yang ihsan akan dicintai Allah dan diberi pahala yang dapat memperberat timbangan amal kebaikannya.

Atsar Salafus Shalih
Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Al Bukhari secara mu’allaq dan dikeluarkan oleh Imam Ahmad serta  dikeluarkan pula oleh Abu Daud, diceritakan bahwa dulu ada seorang Anshor, yang ketika ia sedang melaksanakan shalat malam, orang-orang musyrik memanahnya. Ia pun mencabut panah tadi dan membuangnya. Kemudian ia dipanah lagi sampai ketiga kalinya. Namun ketika itu ia masih terus ruku’ dan sujud hingga dapat menyelesaikan shalatnya padahal ia dalam shalatnya berlumuran darah.
Dengan ibadah yang disertai keyakinan bahwa Allah melihat kita, orang anshor tersebut tetap dapat menyelesaikan shalatnya walaupun tubuhnya mengeluarkan banyak darah akibat dipanah oleh orang musyrik. Subhanallah. Padahal seekor lalat yang menghinggapi hidung ketika kita sedang shalat saja sudah dapat memecah kekhusyu’an kita, bahkan mungkin bisa membuat kita terlupa dengan bacaan kita, lalu bagaimana dengan panahan yang menancap di tubuh?

Sumber  : http://muslimahtips.com/akhlak/49-al-ihsan-berbuat-baik.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

listen qur'an

Listen to Quran