Senin, 16 Mei 2011

ZUHUD

Muqadimah
Kata zuhud sering disebut-sebut ketika kita mendengar nasehat dan seruan agar mengekang ketamakan terhadap dunia dan mengejar kenikmatannya yang fana dan pasti sirna, agar jangan melupakan kehidupan akhirat yang hakiki setelah kematian. Hal ini sebagaimana peringatan Allah tentang kehidupan dunia yang penuh dengan fatamorgana dan berbagai keindahan yang melalaikan dari hakikat kehidupan yang sebenarnya. Allah berfirman:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS.al-Hadid:20)

Ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu, dan sekadar permainan. Yang dimaksud sekadar permainan adalah sesuatu yang sedikit manfaatnya dan banyak melalaikan. Ayat ini juga menunjukkan bahwa dunia adalah perhiasan, dan orang-orang yang terfitnah dengan dunia menjadikannya sebagai perhiasannya dan tempat untuk saling bermegah-megahan dengan kenikmatan yang ada padanya berupa anak-anak, harta-benda, kedudukan dan yang lainnya, sehingga lalai dan tidak beramal untuk akhiratnya. Allah menyerupakan kehancuran dunia dan kefanaannya yang begitu cepat dengan hujan yang turun ke permukaan bumi. Ia menumbuhkan tanaman yang menghijau lalu kemudian berubah menjadi layu, kering dan pada akhirnya mati. Demikianlah kenikmatan dunia, yang pasti pada saatnya akan punah dan binasa. Maka barangsiapa mengambil pelajaran dari permisalan yang disebutkan di atas, akan mengetahui bahwa dunia ibarat es yang semakin lama semakin mencair dan pada akhirnya akan hilang dan sirna. Sedangkan segala apa yang ada di sisi Allah adalah lebih kekal, dan akhirat itu lebih baik dan utama sebagaimana lebih indah dan kekalnya permata dibandingkan dengan es. Apabila seseorang mengetahui dengan yakin akan perbedaan antara dunia dan akhirat dan dapat membandingkan keduanya, maka akan timbul tekad yang kuat untuk menggapai kebahagian dunia akhirat.

Zuhud
Zuhud adalah mengalihkan kesenangan terhadap sesuatu kepada yang lebih baik. Sedangkan pengetahuan yang melatarbelakangi kondisi ini ialah pengetahuan bahwa perkara yang ditinggalkan itu kecil dan remeh jika dibandingkan dengan yang akan diambil.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa Abu Idris al-Khaulani berkata, “Zuhud terhadap dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang harta. Akan tetapi, zuhud terhadap dunia adalah lebih meyakini keberadaan segala yang disisi Allah daripada sesuatu yang ditangan kita. Jika ditimpa musibah, maka kita lebih berharap untuk mendapatkan pahala.”
Seorang Ulama lain Abu Sulaiman ad-Darany rohmahullahu berkata, “Janganlah kamu bersaksi bahwa seseorang itu orang yang zuhud karena zuhud itu tempatnya berada di dalam hati.”
Mengacu pada defenisi tersebut, Dr. Musthafa al-Bugha berkesimpulan bahwa zuhud itu dalam tiga hal dan ketiganya tersebut adalah amalan hati.
Pertama: lebih menyakini keberadaan apa yang ada di tangan Allah dibandingkan dengan apa yang ada di tangan kita. Sikap ini terlahir dari keyakinan yang benar, yang telah tertanam kuat bahwa Allah akan dan selalu menjamin rizki para hamba. Hal ini tertuang dalam firman-Nya” dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan dia mengetahui dan tempat penyimpanannya. Semua tertulisdalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh),” (QS. Hud: 6)
Kedua: jika seseorang mendapatkan musibah dalam urusan dunia maka lebih berharap mendapatkan pahala dari musibah tersebut, dibandingkan merengek menyesali musibah yang telah terjadi. Sikap seperti ini hanya bisa ditumbuhkan melalui iman yang benar dan tertanam kuat didalam hati. Disebutkan, Ibnu Umar berkata, dalam sebuah doanya,” Ya Allah, berikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang bisa menghalangi kami dari kemaksiatan, ketaatan kepada-Mu yang bisa menyampaikan kami kepada surga-Mu, dan keyakinan yang bisa menganggap remeh berbagai musibah duniawi.”
Diantara musibah dalam urusan dunia, misalnya kehilangan harta benda, meninggalnya salah seorang keluarga dan urusan yang tidak berkaitan dengan agama.
Ketiga: pujian maupun cercaan orang lain tidak berpengaruh dalam berpegang teguh dalam kebenaran. Ini merupakan tanda sikap zuhud terhadap dunia.
Wahb bin al-Ward ra berkata: ”Zuhud adalah hendaklah kamu tidak sedih ketika kehilangan dunia dan tidak bangga mendapatkannya.”
Sedangkan Sufyan bin Uyainah rohmahullah ”Seorang zuhud adalah jika mendapatkan nikmat ia bersyukur dan jika ditimpa musibah ia bersabar.”

Langkah meraih sifat zuhud
Memikirkan kehidupan akhirat dan hari perhitungan, pikiran positif terhadap akhirat dan dasyatnya hari perhitungan, bila dilakukan secara mendalam akan mampu mengusir godaan setan dan hawa nafsu. Menjadikannya tidak tergoda oleh kegemerlapnya dunia yang bersifat sementara. Diriwayatkan bahwa Haritsah Radhyallahu’anhu berkata kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam pagi ini saya menjadi seorang mukmin yang sebenarnya.” Beliau berkata kepadanya. ” Seorang mukmin yang sebenarny itu memiliki hakikat, apakah hakikat dari keimananmu?” Ia berkata,” Aku jauhkan diriku dari dunia, hingga dimataku terlihat sama antara batu dan permata. Aku seakan-akan melihat singgasan Rabbku tampak nyata. Aku seakan-akan melihat surga dan bersenang-senang didalamnya serta penduduk neraka merasakan kepedihan siksaannya.” Beliau berkata, ” Wahai Haritsah, kamu itu tetaplah seperti itu.”
Menyadar bahwa kenikmatan dunia dapat memalingkan hati dari dzikir kepada Allah Subhanahuwata’ala dan dapat mengurangi derajat hamba di sisi-Nya. Selain itu dapat memperlambat proses perhitungan pada hari kiamat.
Memahami sepenuhnya bahwa setiap perkara dunia itu tidak berharga dan akan cepat sirna jika dibandingkan dengan apa yang ada di sisi Allah Subhanahuwata’ala.
Rasulullah saw, ”Seandainya dunia ini di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak memberi minuman orang kafir, walau seteguk.” (HR. Turmudzi dari sahl bin Sa’d as-sa’idi).
Selalu menghadirkan perasaan bahwa dunia adalah terkutuk.
Suatu ketika, rasulullah saw,” Dunia adalah terkutuk dan juga sesuatu yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan yang mengikutinya, orang yang berilmu dan orang yang mencari ilmu.’ (HR. Ibnu Majah, hadits hasan).

Tingkatan zuhud
Ada beberapa tingkatan zuhud sesuai dengan keadaan setiap orang yang melakukannya, yaitu :
  • Berusaha untuk hidup zuhud di dunia; sementara ia menghendaki (dunia tersebut), hati condong kepadanya dan selalu menoleh ke arahnya, akan tetapi ia berusaha melawan dan mencegahnya.
  • Orang yang meninggalkan dunia dengan suka rela, karena di matanya dunia itu rendah dan hina, meskipun ada kecenderungan kepadanya. Dan ia meninggalkan dunia tersebut (untuk akhirat), bagaikan orang yang meninggalkan uang satu dirham untuk mendapatkan uang dua dirham (maksudnya balasan akhirat itu lebih besar daripada balasan dunia).
  • Orang yang zuhud dan meninggalkan dunia dengan hati yang lapang. Ia tidak melihat bahwa dirinya meninggalkan sesuatu apapun. Orang seperti ini bagaikan seseorang yang hendak masuk ke istana raja, terhalangi oleh anjing yang menjaga pintu, lalu ia melemparkan sepotong roti ke arah anjing tersebut sehingga membuat anjing tersebut sibuk (dengan roti tadi), dan ia pun dapat masuk (ke istana) untuk menemui sang Raja dan mendapatkan kedekatan darinya. Anjing di sini diumpamakan sebagai syaitan yang berdiri di depan pintu (kerajaan/surga) Allah, yang menghalangi manusia untuk masuk ke dalamnya, sementara pintu tersebut dalam keadaan terbuka. Adapun roti diumpamakan sebagai dunia, maka barangsiapa meninggalkannya niscaya akan memperoleh kedekatan dari Allah.

Urgensi zuhud
Sesungguhnya zuhud terhadap dunia tidaklah sebatas perkataan-perkataan yang disukai semata, namun zuhud merupakan perkara yang harus bagi setiap orang yang menghendaki Ridha Allah ' beserta pahala surganya, mencukupkan diri dengan keutamaannya yang mana zuhud merupakan ikhtiarnya Nabi kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah : Tidaklah sempurna hasrat kepada akhirat kecuali dengan zuhud terhadap dunia. Lebih memuliakan dunia daripada akhirat akan berimplikasi kerusakan pada keimanannya, atau pada akalnya, atau bahkan pada kedua-duanya.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam mengesampingkan dunia di belakang punggungnya, demikian pula sahabat-sahabatnya, mereka menjauhkan hatinya dari dunia, mereka memperingatkan darinya dan tidak condong kepadanya, memusuhinya laksana penjara baginya bukan sebagai surga. Mereka zuhud dengan sebenar-benarnya zuhud, walaupun mereka ingin meraih segala rupa yang dicintai dari dunia, dan mencapai segala hal yang disukainya. Akan tetapi mereka mengetahui bahwa dunia itu negeri duka cita bukan negeri suka cita, mereka mengetahui bahwa dunia itu laksana awan pada musim panas yang akan lenyap sedikit demi sekdikit, ibarat impian khayalan yang takkan menyempurnakan kunjungan hingga diizinkan baginya bepergian.

Sumber   :
http://muslimahtips.com/akhlak/55-zuhud.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

listen qur'an

Listen to Quran